Ageboy Blog: http://ageboy.blogspot.com/2012/04/cara-agar-blog-tidak-bisa-di-copy-paste.html#ixzz28tv7zoxP memories of history: Resensi film pendidikan: Dead Poets Society

Jumat, 13 April 2012

Resensi film pendidikan: Dead Poets Society



Resensi film    ” Dead Poets Society”


Judul                           : Dead Poet’s Society
Tema                          : Drama
Alur cerita                    : Maju
Setting film                   : Sekolahan tahun 70 an
Produser                      : Duncan Henderson
Sutradara                     : Alan B. Curtiss
Pemain                        : Robbi Williams as John Keating
  Robert Sea Leonard as Neil Perry
  Gale hanseen as Charlie Dalton
  Joe Aufiery as Kepala sekolah
  Kurtwood Smith as Mr Perry, dll.
Production House       : Touchstone Pictures
Sinopsis                       :

Film ini menceritakan tentang fenomena dunia pendidikan di Inggris pada tahun 1970an. Tujuh anak lelaki, Neil Perry (Robert Sean Leonard), Todd Anderson (Ethan Hawke), Knox Overstreet (Josh Charles), Charlie Dalton (Gale Hansen), Richard Cameron (Dylan Kussman), Steven Meeks (Allelon Ruggiero) dan Gerard Pitts (James Waterston) baru saja masuk Akademi Welton. Sekolah ini adalah sekolah berasrama yang menganut prinsip: Tradisi, Kehormatan, Disiplin, dan Prestasi.
Seperti karakter dari sekolah unggulan, prinsip-prinsip itu sangat ditekankan pada siswa-siswa di sekolah tersebut. Dan seperti umumnya sekolah unggulan, dalam film ini diceritakan bahwa banyak orang tua yang tertarik untuk menyekolahkan anaknya, sebagai upaya agar anaknya tersebut diterima di sekolah/universitas unggulan.
Film ini diawali dengan mulai masuknya kembali siswa-siswa di sekolah itu, setelah liburan musim panas. Salah seorang siswa, Neil Perry, mendapatkan seorang teman sekamar baru yang bernama Todd Anderson. Todd sendiri sebelumnya tidak bersekolah di Welton Academy. Tetapi karena kakaknya (Jeffrey Anderson), yang sempat menjadi siswa teladan, bersekolah di situ maka dia pun dipindahkan oleh orang tuanya. Neil dan beberapa orang temannya sering berkumpul untuk belajar maupun sekedar merokok. Kegiatan yang disebutkan terakhir ini, mereka lakukan secara sembunyisembunyi.
Seperti kebanyakan siswa di sekolah ini, alasan Neil untuk masuk adalah lebih karena untuk melaksanakan perintah dari orang tuanya. Karena itulah ketika ayahnya menyuruh untuk mengundurkan diri dari posisinya sebagai asisten penyuting buku tahunan, karena dianggap akan mengganggu prestasi belajarnya, Neil tidak mampu menolak. Padahal sebenarnya, Neil sangat menikmati dan menginginkan posisi itu. Kenyataan yang dihadapi oleh Neil itu, juga dialami oleh siswa-siswa lainnya. Dan mereka akhirnya terbiasa dengan sikap mengalah dan menurut kepada orang tuanya. Memilih untuk melaksanakan pilihan dan perintah dari orang tuanya, dan melupakan keinginan mereka sendiri.
Dalam rangka untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang dianut Welton Academy, guru yang mengajar disana sangat keras dan disiplin terhadap para siswanya. Selain demi prinsip, hal tersebut juga dilakukan untuk memastikan para siswanya dapat masuk ke universitas unggulan sesuai dengan keinginan para orang tua siswa. Tidak jarang upaya tersebut menyebabkan proses belajar di kelas menjadi monoton dan membosankan. Hanya menghafal apa yang diajarkan oleh guru maupun yang tertulis di buku. Tetapi hal itu seakan tidak menjadi suatu masalah bagi para siswa. Karena, mereka memang telah terbiasa dengan kondisi seperti itu.
Kondisi yang berbeda dialami oleh para siswa ketika John Keating, guru bahasa Inggris yang baru, masuk ke kelas. Perbedaan itu jelas terlihat dari metode mengajarnya yang sangat berbeda. Ketika John masuk ke kelas untuk pertama kali, para siswa sangat terkejut dan menganggap guru itu aneh. Pada awal dimulainya kelas, seorang guru pengganti bahasa Inggris, Pak Keating (dimainkan oleh Robin Williams), baru saja memulai pelajaran. Seorang siswa membaca pengantar buku tentang puisi, yang menyebutkan bagaimana mengukur kualitas sebuah puisi, yang dapat diukur dan diberi skala, proses ini sudah umum dalam literatur klasik waktu itu. Keating, sebaliknya menyuruh semua siswa merobek seluruh halaman ”memahami puisi dari Dr.JEvan Prtichard. Ph.D”. Tetapi lambat laun, para siswa mulai memahami dan akhirnya mengagumi guru baru tersebut. Beberapa hal yang ditekankan oleh John Keating kepada para siswanya adalah untuk mencari ide sendiri dan berusaha untuk meraih kesempatan (carpe diem). Dia selalu berkata kepada para siswanya untuk berpikir semau mereka, jadilah apa saja, lakukan apa saja, dan raihlah kesempatan sebelum kau mati.
 Neil dan teman-temannya sangat tertarik kepada sosok John Keating. Ketertarikan itu, telah membuat mereka mencari tahu lebih banyak mengenai guru itu. Salah satu hal yang kemudian mereka ketahui adalah semasa mudanya dulu, John bersama teman-temannya sering berkumpul di sebuah gua untuk membaca puisi. Komunitas ini kemudian disebut sebagai the dead poet’s society. Hal ini menginspirasi Neil dan kawan-kawannya untuk melakukan hal yang sama. Mereka kembali menghidupkan the dead poet’s society, dan mulai sering keluar dari asrama sekolah untuk membaca puisi di gua yang terletak di luar kompleks asrama. Perkumpulan tidak diketahui pihak sekolah atau dilakukan secara sembunyi – sembunyi.
Bagi klub ini sekolah bukanlah tempat yang tepat untuk mengembangkan diri karena hanya dalam mimpilah manusia dapat bebas. Seringkali mereka keluar di malam hari untuk mencari tempat sepi, tempat yang cocok bagi segala ekspresi mereka dari membaca puisi sampai merokok demi meraih kembali kebebasan yang terenggut setelah mereka bersekolah di tempat ini..
Begitulah, John Keating telah banyak membawa pengaruh kepada Neil dan kawan-kawannya. Tidak jarang kata-kata “raihlah kesempatan” (carpe diem) menjadi suatu alasan dan pendorong bagi mereka untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Misalnya saja yang dilakukan oleh salah seorang siswanya yang telah mengubah namanya menjadi Nuwanda, ketika menyelundupkan tulisan mengenai tuntutan agar Welton Academy menerima siswa wanita dalam buletin sekolah itu. Pihak sekolah akhirnya memberikan hukuman pada Nuwanda dengan memberikan pukulan pada pantatnya. Kepada Nuwanda ditanyakan mengenai keterlibatan siswa-siswa selain dirinya, tapi dia tidak mau mengaku. Dan keberadaan the dead poet’s society pun masih belum diketahui pihak sekolah. Setidaknya itulah yang diketahui oleh para siswa itu.
Sampai akhirnya, terjadi suatu peristiwa yang membuat Neil berani melawan perintah ayahnya. Neil yang sangat ingin berakting, telah mendaftar dalam suatu pertunjukkan drama dan diterima sebagai pemeran utama. Demi melaksanakan sesuatu yang sangat diinginkannya itu, Neil memalsukan surat ijin dari ayahnya. Dan akhirnya, ayahnya mengetahui perbuatannya itu. Neil tetap bersikeras untuk ikut dalam drama itu. Dan atas saran dari John Keating, dia membicarakan maksud dan keinginannya untuk berakting. Dan memang kemudian ayahnya mengijinkan Neil untuk ikut dalam pementasan drama itu. Tetapi seusai pementasan, Neil dibawa pulang ke rumah oleh ayahnya. Ayahnya menyampaikan keputusannya untuk mengeluarkan Neil dari Welton Academy dan memasukkannya ke sekolah militer. Sebenarnya Neil tidak menyukai rencana itu, tapi dia tidak mampu untuk menolaknya. Sampai akhirnya, dia membuat keputusan untuk mengakhiri hidupnya dengan pistol milik ayahnya. Ayahnya sangat terpukul dan menyalahkan Gurunya pak keating.       
Kematian Neil ini menjadi awal dari terungkapnya the dead poet’s society, yang dihidupkan kembali oleh Neil dan kawan-kawannya. Pihak sekolah tidak mau nama sekolahnya tercemar dan akhirnya mengkambing hitamkan pak Keating. Dibawah tekanan anak – anak yang tergabung dalam klub ‘‘dead poet’s society” dipaksa untuk menandatangani surat yang menyatakan pak Keating bersalah atas kejadian ini. Dan akhirnya, John Keating yang memang banyak berpengaruh kepada siswa-siswanya dan semasa muda dulu memunculkan the dead poet’s society, menjadi pihak yang dianggap bersalah. John dianggap telah menjadi pendorong dan penyebab dari peristiwa bunuh diri yang dilakukan oleh Neil. Dan akhirnya, John Keating pun dipecat dari Welton Academy.

Menurut saya film sangat bagus, tidak mudah ditebak namun di akhir cerita penonton dibuat agar menentukan sendiri akhir dari cerita film ini. pada saat Keating kembali ke kelas untuk mengambil barang – barangnya, Anderson meminta maaf kepada Keating bahwa ia dan teman – temannya dipaksa untuk menandatangani surat itu. Namun kepala sekolah menuruhnya untuk duduk kembali. Dan kemudian Anderson naik ke atas bangku sambil mengatakan“oh kapten, kaptenku”lalu diikuti oleh siswa lain. Mereka memandang pak Keating dan Pak Keating pun balas memandang sambil tersenyum ia berkata”terima kasih anak – anak, terima kasih” . Adegan ini menunjukan betapa berharganya Pak Keating di mata mereka, dan betapa haru dan bangganya Pak Keating bahwa masih di ingat dan akan selalu dikenang oleh mereka. Bahwa betapa mulianya seorang Guru di mata mereka.
Film ini banyak berbicara tentang “kebebasan”. Kebebasan untuk mengungkapkan ide maupun keinginan. Film ini juga menyoroti masalah pendidikan. Seringkali pendidikan dimaknai sebagai suatu media untuk meraih sesuatu yang bersifat material semata, dan status. Padahal ada hal lain yang lebih penting dalam pendidikan. Seperti yang dikatakan John Keating dalam film ini, “Pendidikan adalah belajar untuk berpikir sendiri”. Pendidikan bukanlah untuk menghafal teori-teori saja. Hal lain yang juga diungkapkan dalam film ini adalah pada kenyataannya, bukanlah hal mudah untuk merubah suatu sistem yang sudah establish. Ini ditunjukkan dengan kegagalan Keating melawan sistem sekolahnya. Walaupun dia telah mampu sedikit memberikan pandangan bagi para siswanya.
Pendidikan dilakukan untuk memastikan para siswanya dapat masuk ke universitas unggulan sesuai dengan keinginan para orang tua siswa. Pihak sekolah lebih mengedepankan nama besar sekolah, daripada mempertahankan seorang Guru yang sangat luar biasa. Orang tua yang tidak tahu apa keinginan anak. Orangtua  yang memaksakan kehendak / keinginan cita – cita sendiri kepada anaknya. Hal-hal tersebut merupakan kesalahan dalam pendidikan untuk anak.
            Dari film ini saya dapat mengambil sebuah contoh realitas yang mungkin banyak terjadi di sekitar kita dan mungkin lebih parah dari ini. Pembelajaran bagi kita sebaiknya orang tua tidak memaksakan kehendak dan tidak banyak menuntut dari anak, biarkan anak itu berkreasi sendiri dan mencari jati dirinya sendiri, apa yang mereka inginkan? Apa yang mereka cari ? biarkan mereka cari jawabanya sendiri. Bukan dengan menentang keinginanya, justru anak akan berontak, tapi dukung dengan perhatian dan beri kesempatan untuk dia unjuk diri. Seluruh film ini adalah proses penyadaran, dimana para murid (dan juga pemirsa) melihat bahwa otoritas lembaga (seperti sekolah) dapat dan selalu berupaya menjadi pengarah, tapi hanya diri kita sendiri yang dapat mengetahui siapa diri kita.
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar