Ageboy Blog: http://ageboy.blogspot.com/2012/04/cara-agar-blog-tidak-bisa-di-copy-paste.html#ixzz28tv7zoxP memories of history: Masalah Pendidikan di Indonesia: Perekrutan Guru Honorer

Minggu, 15 April 2012

Masalah Pendidikan di Indonesia: Perekrutan Guru Honorer


Perekrutan Honorer Dihentikan

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengingatkan kepada daerah untuk tidak menambah jumlah guru honorer, karena  jumlah guru honorer di Indonesia saat ini sangat banyak.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, jika penambahan guru honorer tidak segera dihentikan, akan menambah persoalan baru dimasa yang akan datang.
”Mohon kepada kepala dinas, sampaikan kepada kepala sekolah jangan menambah persoalan baru untuk masa datang, jangan diangkat lagi guru honor,” tegas Musliar, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, jumlah guru honorer di Indonesia sudah sangat banyak. Menurutnya, hal itu akan menjadi masalah ketika para guru honorer menuntut diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). ”Karena faktanya sekarang tercatat guru honor ada sekitar 650.000. Bayangkan jika 650.000 itu minta diangkat semua, tidak cukup uang negara untuk membiayai,” tandas mantan Rektor Universitas Andalas itu.
Masalah Kompetensi
Persoalan berikutnya, guru honorer juga belum tentu memiliki kompetensi yang mumpuni untuk menjadi guru. Menurutnya, ada kemungkinan guru honorer yang ada sekarang ini diangkat hanya karena memiliki faktor kedekatan, baik dengan kepala sekolah maupun dengan pejabat daerah.
”Apakah mereka memiliki kompetensi yang baik untuk menjadi seorang guru. Bisa saja mereka diangkat, karena keluarga kepala sekolah atau keluarga bupati,” imbuhnya.
Karena itu, untuk dapat menghasilkan guru-guru yang memiliki kompetensi dan berkualitas, pihaknya akan terus melakukan seleksi. Salah satunya dengan uji kompetensi. ”Kita lakukan uji kompetensi awal bagi mereka, dan akan kita sesuaikan dengan kebutuhan kita di masa datang,” terang Musliar.
Dia menyadari sekarang ini masih banyak ketimpangan jumlah guru antara satu daerah dengan daerah yang lain. Karena itu, ke depan akan dilakukan distribusi, sehingga jumlah dan kemampuan guru dapat merata di semua daerah di Indonesia. ”Soal distribusi guru, kita akan tempatkan guru-guru lulus seleksi itu di daerah yang memang kekurangan guru,” ujarnya. (K32-37)


Analisis dan solusi:
Berdasarkan data yang dilansir Wakil Kepala BKN Eko Sutrisno dari 152.130 tenaga honorer kategori 1, hampir semuanya telah divalidasi dan diverifikasi. Hasilnya. Hingga 31 Desember 2011 sebanyak 72.569 memenuhi kriteria (MK), dan sebanyak 77.891 yang tidak memenuhi kriteria. Sedangkan tenaga honorer kategori II yang telah sampai BKN per 31 Mei 2011 berjumlah 633.824 orang. Jumlah ini mengalami penambahan data kategori I sebanyak 8.956, sehingga jumlahnya menjadi 642.780 orang. Mereka terdiri dari tenaga honorer di instansi pusat sebanyak 84.996 dan di daerah 577.784 orang. Ini membuktikan sejak terbitnya PP No. 48 tahun 2005 tentang pengangkatan Pegawai Honorer Daerah (PHD) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) telah memberikan efek yang luar biasa khususnya dari sisi kuantitas.
PP No. 48 tahun 2005 tentang pengangkatan Pegawai Honorer Daerah (PHD) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) adalah bentuk apresiasi pemerintah terhadap para tenaga honorer yang telah bekerja belasan tahun di lingkungan pemerintahan. Bahkan untuk mengakomodir suara-suara di daerah juga pemerintah mengubah PP tersebut dan mengeluarkan PP 43/2007, di mana persyaratan  kerja diubah menjadi minimal 1 tahun pada tanggal 1 Desember 2005 yang sebelumnya persyaratan kerja 5 – 20 tahun.
Beberapa persoalan perekrutan guru honorer antara lain:
  1.  jumlah PNS bertambah dengan pesat, dari 3,6 juta pada tahun 2002 menjadi 4,7 juta pada tahun 2010 sebagai akibat dari pemekaran daerah di mana CPNS direkrut dalam rangka mengisi jabatan yang terus bertambah dan Pengangkatan langsung PTT dan Sekretaris Desa menjadi CPNS.
  2. terjadi mismatch antara kualifikasi yang diperlukan dan kualifikasi pegawai yang ada, karena yang diangkat menjadi CPNS, terutama dari jalur PTT, umumnya tenaga administrasi.
  3. Pemda terus merekrut PTT, walaupun sudah ada larangan, dengan harapan setelah tahun 2009 akan ada lagi pengangkatan langsung PTT menjadi CPNS.
  4. belanja pegawai terus membengkak sehingga kemampuan daerah untuk menyediakan pelayanan publik menjadi terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan data yang dilansir BKN Desember 2011 di mana rata-rata belanja APBD di setiap daerah sekitar 30 hingga 50 persen di setiap propinsi.
  5. terjadi pemalsuan dokumen dan jual beli jabatan PTT di daerah sehingga banyak diantara PTT yang masuk data-base sebenarnya tidak berhak diangkat menjadi CPNS.
  6. meluasnya tuntutan dari guru kontrak (GTT) dan tenaga honorer yang bekerja di sekolah dan rumah sakit swasta untuk diangkat menjadi CPNS.
  7. praktek kecurangan dalam setiap proses pengangkatan CPNS dari kalangan pegawai tidak tetap yang gajinya dibiayai oleh APBD. 
Ada permasalahan lain ditengah penyimpangan proses validasi data ditingkat daerah yaitu dicurigai ada oknum BKN yang main mata dengan Pemda untuk mencederai proses validasi data tersebut. Dengan jumlah pengangkatan yang relatif besar tersebut tentunya harus ada pengetatan dan penyeleksian berkas kembali yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke daerah dan di daerah juga harus ada keterbukaan informasi masalah ini ke masyarakat agar kemudian masyarakat bisa mengontrol ini. Sehingga kemudian masyarakat tidak curiga dan mampu berpikir positif kepada pemerintah daerahnya karena selama ini masyarkat justru menilai hanya sebagian masyarakat yang dekat dengan penguasa saja yang bisa mendapatkan kesempatan ini.
Proses pengangkatan guru honorer yang tidak sejalan dengan kebutuhan akan membebankan APBD khususnya pada pos belanja pegawai. Dengan kata lain, proses pengangkatan ini harus ditinjau ulang. Jika tidak, berdasarkan diskusi penulis dengan para akademisi dan orang-orang yang memang tahu banyak dengan persoalan ini akan menimbulkan empat hal masalah yakni:
1.              terjadi inefisiensi karena jumlah pegawai yang ada melebihi kebutuhan.
2.    kinerja organisasi pemerintah semakin menurun karena pegawai yang ada kualifikasinya kurang sesuai dengan yang diperlukan.
3.    akan ada sejumlah Pemerintah Daerah yang mengalami kebangkrutan karena penambahan jumlah pegawai akan membawa konsekuensi pada naiknya belanja pegawai
4.    kemampuan daerah untuk menyediakan dana bagi operasional pelayanan public serta belanja modal semakin menurun sehingga pelayanan public akan menurun dan pertumbuhan ekonomi akan terhambat.
Kekhawatiran ini harus diantisipasi sejak dini. Kita berharap BKN tidak cepat-cepat mengeluarkan SK walaupun dalam kategori tingkat pertama hal ini sudah dilakukan. Hal ini merupakan kesempatan Menpan & RB untuk membuktikan awal proses reformasi birokrasi. Masalah rekayasa data oleh oknum-oknum tertentu baik di pusat maupun di daerah harus diberikan sanksi tegas. 
Berikut beberapa solusi yang harus dilakukan agartentang perekrutan guru honorer di Indonesia.
1.    Pengangkatan PTT, khususnya kategori II, ditinjau kembali karena akan mendorong meluasnya tuntutan untuk menjadi CPNS.
2.    Verifikasi data PTT kategori I dan II diperketat karena ada indikasi bahwa sebagian dari nama yang masuk data-base sebenarnya tidak memenuhi persyaratan, direkrut setelah 1 Januari 2005  (menggunakan dokumen palsu).  Pemerintah harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pemalsuan dukumen tersebut.
3.    harus ada penegasan dari Pemerintah bahwa instansi di pusat maupun daerah tidak dibenarkan menerima PTT dan kekurangan pegawai dapat diatasi melalui outsourcing.
4.    kepala daerah perlu turun tangan dan berupaya semaksimal mungkin memberikan data yang jujur dan juga berani bersikap tegas terhadap bawahannya yang berani melakukan validasi data.
5.    Pemerintah harus sangat berperan aktif dalam seleksi guru honorer dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
6.    untuk dapat menghasilkan guru-guru yang memiliki kompetensi dan berkualitas, pemerintah akan terus melakukan seleksi/ uji kompetensi. Semua oknum pendidikan harus bekerjasama untuk menghasilkan guru-guru berkualitas di Indonesia.
7.     pendistribusian guru honorer agar segera dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pendistribusian ini harus segera dilakukan semaksimal dan seefisien mungkin sehingga tidak menimbulkan masalah baru misalnya kecemburuan antar guru honorer.
8.    guru honorer juga harus meningkatkan kemampuan dan kualitasnya sehingga dapat mencari jalan lain untuk bekerja misalnya bekerja di sekolah-sekolah swasta atau berwirausaha sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar