Perekrutan
Honorer Dihentikan
JAKARTA - Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengingatkan kepada daerah untuk tidak menambah
jumlah guru honorer, karena jumlah guru honorer di Indonesia saat ini
sangat banyak.
Wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, jika penambahan guru
honorer tidak segera dihentikan, akan menambah persoalan baru dimasa yang akan
datang.
”Mohon kepada kepala dinas,
sampaikan kepada kepala sekolah jangan menambah persoalan baru untuk masa
datang, jangan diangkat lagi guru honor,” tegas Musliar, di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan, jumlah guru
honorer di Indonesia sudah sangat banyak. Menurutnya, hal itu akan menjadi
masalah ketika para guru honorer menuntut diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS). ”Karena faktanya sekarang tercatat guru honor ada sekitar 650.000.
Bayangkan jika 650.000 itu minta diangkat semua, tidak cukup uang negara untuk
membiayai,” tandas mantan Rektor Universitas Andalas itu.
Masalah Kompetensi
Persoalan berikutnya, guru
honorer juga belum tentu memiliki kompetensi yang mumpuni untuk menjadi guru.
Menurutnya, ada kemungkinan guru honorer yang ada sekarang ini diangkat hanya
karena memiliki faktor kedekatan, baik dengan kepala sekolah maupun dengan
pejabat daerah.
”Apakah mereka memiliki
kompetensi yang baik untuk menjadi seorang guru. Bisa saja mereka diangkat,
karena keluarga kepala sekolah atau keluarga bupati,” imbuhnya.
Karena itu, untuk dapat menghasilkan
guru-guru yang memiliki kompetensi dan berkualitas, pihaknya akan terus
melakukan seleksi. Salah satunya dengan uji kompetensi. ”Kita lakukan uji
kompetensi awal bagi mereka, dan akan kita sesuaikan dengan kebutuhan kita di
masa datang,” terang Musliar.
Dia menyadari sekarang ini
masih banyak ketimpangan jumlah guru antara satu daerah dengan daerah yang
lain. Karena itu, ke depan akan dilakukan distribusi, sehingga jumlah dan
kemampuan guru dapat merata di semua daerah di Indonesia. ”Soal distribusi
guru, kita akan tempatkan guru-guru lulus seleksi itu di daerah yang memang
kekurangan guru,” ujarnya. (K32-37)
Sumber: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/03/179055/Perekrutan-Honorer-Dihentikan
(3 Maret 2012) diakses pada hari Sabtu pukul 09.00 WIB.
Analisis dan solusi:
Berdasarkan data yang dilansir Wakil Kepala BKN Eko Sutrisno
dari 152.130 tenaga honorer kategori 1, hampir semuanya telah divalidasi dan
diverifikasi. Hasilnya. Hingga 31 Desember 2011 sebanyak 72.569 memenuhi
kriteria (MK), dan sebanyak 77.891 yang tidak memenuhi kriteria.
Sedangkan tenaga honorer kategori II yang telah
sampai BKN per 31 Mei 2011 berjumlah 633.824 orang. Jumlah ini mengalami
penambahan data kategori I sebanyak 8.956, sehingga jumlahnya menjadi 642.780
orang. Mereka terdiri dari tenaga honorer di instansi pusat sebanyak 84.996 dan
di daerah 577.784 orang. Ini membuktikan sejak terbitnya PP No. 48 tahun 2005
tentang pengangkatan Pegawai Honorer Daerah (PHD) menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) telah memberikan efek yang luar biasa khususnya dari sisi
kuantitas.
PP No. 48 tahun 2005 tentang pengangkatan Pegawai Honorer
Daerah (PHD) menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) adalah bentuk apresiasi
pemerintah terhadap para tenaga honorer yang telah bekerja belasan tahun di
lingkungan pemerintahan. Bahkan untuk mengakomodir suara-suara di daerah juga
pemerintah mengubah PP tersebut dan mengeluarkan PP 43/2007, di mana
persyaratan kerja diubah menjadi minimal 1 tahun pada tanggal 1 Desember
2005 yang sebelumnya persyaratan kerja 5 – 20 tahun.
Beberapa persoalan perekrutan guru honorer antara lain:
- jumlah PNS bertambah dengan
pesat, dari 3,6 juta pada tahun 2002 menjadi 4,7 juta pada tahun 2010
sebagai akibat dari pemekaran daerah di mana CPNS direkrut dalam rangka
mengisi jabatan yang terus bertambah dan Pengangkatan langsung PTT dan
Sekretaris Desa menjadi CPNS.
- terjadi mismatch antara kualifikasi yang diperlukan dan kualifikasi
pegawai yang ada, karena yang diangkat menjadi CPNS, terutama dari jalur
PTT, umumnya tenaga administrasi.
- Pemda terus merekrut PTT, walaupun sudah ada larangan, dengan
harapan setelah tahun 2009 akan ada lagi pengangkatan langsung PTT menjadi
CPNS.
- belanja pegawai terus membengkak sehingga kemampuan daerah untuk
menyediakan pelayanan publik menjadi terbatas. Hal ini ditunjukkan dengan
data yang dilansir BKN Desember 2011 di mana rata-rata belanja APBD di setiap
daerah sekitar 30 hingga 50 persen di setiap propinsi.
- terjadi pemalsuan dokumen dan jual beli jabatan PTT di daerah
sehingga banyak diantara PTT yang masuk data-base sebenarnya tidak berhak
diangkat menjadi CPNS.
- meluasnya tuntutan dari guru kontrak (GTT) dan tenaga honorer yang
bekerja di sekolah dan rumah sakit swasta untuk diangkat menjadi CPNS.
- praktek kecurangan dalam setiap proses pengangkatan CPNS dari
kalangan pegawai tidak tetap yang gajinya dibiayai oleh APBD.
Ada
permasalahan lain ditengah penyimpangan proses
validasi data ditingkat daerah yaitu dicurigai ada oknum BKN yang main mata
dengan Pemda untuk mencederai proses validasi data tersebut. Dengan jumlah
pengangkatan yang relatif besar tersebut tentunya harus ada pengetatan dan
penyeleksian berkas kembali yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke daerah dan
di daerah juga harus ada keterbukaan informasi masalah ini ke masyarakat agar
kemudian masyarakat bisa mengontrol ini. Sehingga kemudian masyarakat tidak
curiga dan mampu berpikir positif kepada pemerintah daerahnya karena selama ini
masyarkat justru menilai hanya sebagian masyarakat yang dekat dengan penguasa
saja yang bisa mendapatkan kesempatan ini.
Proses pengangkatan guru honorer yang tidak sejalan dengan
kebutuhan akan membebankan APBD khususnya pada pos belanja pegawai. Dengan kata
lain, proses pengangkatan ini harus ditinjau ulang. Jika tidak, berdasarkan
diskusi penulis dengan para akademisi dan orang-orang yang memang tahu banyak
dengan persoalan ini akan menimbulkan empat hal masalah yakni:
1.
terjadi inefisiensi
karena jumlah pegawai yang ada melebihi kebutuhan.
2. kinerja organisasi pemerintah semakin menurun karena pegawai
yang ada kualifikasinya kurang sesuai dengan yang diperlukan.
3. akan ada sejumlah Pemerintah Daerah yang mengalami
kebangkrutan karena penambahan jumlah pegawai akan membawa konsekuensi pada
naiknya belanja pegawai
4. kemampuan daerah untuk menyediakan dana bagi operasional
pelayanan public serta belanja modal semakin menurun sehingga pelayanan public
akan menurun dan pertumbuhan ekonomi akan terhambat.
Kekhawatiran ini harus diantisipasi sejak dini. Kita berharap
BKN tidak cepat-cepat mengeluarkan SK walaupun dalam kategori tingkat pertama
hal ini sudah dilakukan. Hal ini merupakan kesempatan Menpan & RB untuk membuktikan
awal proses reformasi birokrasi. Masalah rekayasa data oleh oknum-oknum
tertentu baik di pusat maupun di daerah harus diberikan sanksi tegas.
Berikut beberapa solusi yang harus dilakukan agartentang
perekrutan guru honorer di Indonesia.
1. Pengangkatan PTT, khususnya kategori II, ditinjau kembali
karena akan mendorong meluasnya tuntutan untuk menjadi CPNS.
2. Verifikasi data PTT kategori I dan II diperketat karena ada
indikasi bahwa sebagian dari nama yang masuk data-base sebenarnya tidak
memenuhi persyaratan, direkrut setelah 1 Januari 2005 (menggunakan
dokumen palsu). Pemerintah harus
memberikan sanksi yang tegas terhadap pemalsuan dukumen tersebut.
3. harus ada penegasan dari Pemerintah bahwa instansi di pusat
maupun daerah tidak dibenarkan menerima PTT dan kekurangan pegawai dapat
diatasi melalui outsourcing.
4. kepala daerah perlu turun tangan dan berupaya semaksimal
mungkin memberikan data yang jujur dan juga berani bersikap tegas terhadap
bawahannya yang berani melakukan validasi data.
5. Pemerintah harus sangat berperan aktif dalam seleksi guru
honorer dan memberikan sanksi yang tegas bagi pelanggaran-pelanggaran yang
terjadi.
6. untuk
dapat menghasilkan guru-guru yang memiliki kompetensi dan berkualitas, pemerintah
akan terus melakukan seleksi/ uji kompetensi.
Semua oknum pendidikan harus bekerjasama untuk menghasilkan guru-guru
berkualitas di Indonesia.
7. pendistribusian guru
honorer agar segera dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pendistribusian ini harus
segera dilakukan semaksimal dan seefisien mungkin sehingga tidak menimbulkan
masalah baru misalnya kecemburuan antar guru honorer.
8. guru honorer juga harus meningkatkan kemampuan dan
kualitasnya sehingga dapat mencari jalan lain untuk bekerja misalnya bekerja di
sekolah-sekolah swasta atau berwirausaha sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar