Ageboy Blog: http://ageboy.blogspot.com/2012/04/cara-agar-blog-tidak-bisa-di-copy-paste.html#ixzz28tv7zoxP memories of history: Museum Batik Yogyakarta

Minggu, 22 April 2012

Museum Batik Yogyakarta





A.    Latar Belakang
Pada mulanya ada 2 orang pengusaha batik yaitu Ibu Dewi Sukaningsih dan Bapak Hadi Nugroho yang bersatu membuat usaha batik cap oscar pada awal tahun 1970. Pada mulanya mereka memproduksi batik untuk dijual, namun seiring waktu batik-batik mereka hanya dibuat untuk koleksi dan cindera mata pejabat tinggi yang berkunjung kesana. Pada tahun 1971 batik mulai kesulitan bahan kemudian 2 pengusaha ini mempunyai ide untuk membuat batik dengan tekhnik baru yaitu tekhnik printing. Teknik printing merupakan salah satu cara agar produk batik yang dihasilkan merupakan batik yang baik dan lebih murah.  Museum Batik resmi berdiri pada 12 Mei 1975.
Bapak dan Ibu Hadi merupakan 2 orang yang sangat mencintai budaya batik, walaupun mereka adalah seorang keturunan China tidak menyurutkan kecintaannya terhadap batik. Namun, anak-anaknya tidak ada yang mewarisi dan meneruskan usaha batik, mereka lebih memilih untuk membangun pabrik tekstil nonbatik. Akhirnya, karena sudah tua dan tidak mampu lagi menjalankan bisnis pabrik batik mereka memutuskan untuk lebih focus dalam mengumpulkan batik dan barang-barang pendukungnya. Suami istri ini menjadi kolektor batik dan mendirikan sebuah museum batik.
Museum Batik yang terletak di Jl. Dr. Sutomo No. 13 A Yogyakarta ini memiki tujuan yaitu untuk melestarikan benda budaya, merawat, dan mewariskan nilai-nilai budaya, dan mendidik generasi muda. Museum ini ingin menyimpan, merawat dan melestarikan warisan seni budaya yang adhi luhung dalam pengelolaan tradisi berbusana.Seni batik Indonesia tetap terjaga dengan baik, meskipun proses pembuatan dan mutu berkembang dari masa ke masa. Museum ini berupaya mewariskan nilai-nilai seni Batik yang adhi luhung kepada generasi muda Indonesia untuk mampu melestarikan warisan seni batik bangsa Indonesia.  Menanamkan rasa Handarbeni seni Batik Indonesia sebagai milik bangsa Indonesia.


B.     Koleksi Museum Batik Yogyakarta
Museum yang memiliki luas 400 meter persegi ini memiliki koleksi kurang lebih ada 1500 koleksi. Jenis koleksi batik yang terdapat di Museum Batik Yogyakarta terdiri dari 2 golongan; (1) batik pesisir, dan (2) batik pedalaman. Batik pesisir merupakan jenis batik yang berasal dari daerah pesisir pantai utara Jawa khususnya seperti Pekalongan, Indramayu, sampai Ngasem. Motif dari batik pesisir ini bebas, karena banyak dipengaruhi dari berbagai budaya seperti China, Jawa, Belanda dan Arab. Orang lebih bisa mengekspresikan bentuk gambar dan warna pada jenis batik pesisir ini, hal ini dikarenakan sifat dari penduduk pesisir sendiri yang cenderung dinamis dan terbuka terhadap budaya-budaya yang masuk. Sedangkan batik pedalaman atau biasanya disebut juga dengan batik keraton adalah batik yang muncul di kalangan bangsawan kerajaan seperti keraton Yogyakarta dan Surakarta. Berbeda dengan batik pesisir, motif dari batik pedalaman lebih monoton dengan warna kayu namun mempunyai filosofi-filososfi tertentu yang kemudian digunakan dalam ritual-ritual adat atau keagamaan. Misalnya, batik yang dinamai batik sidomukti, batik ini digunakan dalam pernikahan kalangan menengah ke atas, dan yang digunakan kalangan rakyat biasa disebut batik Babon Angrem. Filosofi dalam batik itu adalah semoga pengantin ini mendapatkan kesejahteraan yang abadi. Sedangkan pada saat pernikahan, orang tua pengantin biasanya menggunakan batik Trungtum mangkoro (yang anaknya memakai bati Sidomukti), batik itu mengartikan bahwa semua orang yang datang pada pesta pernikahan melihat Bapak Ibunya akan mampu menuntun anaknya ke kehidupan yang baru.
Itu merupakan contoh kecil tentang jenis batik dan filosofi yang terkandung dalam gambar batik. Selain itu masih ada banyak sekali jenis dan filosofi yang menjadi sebuah doa dalam acara-acara ritual tertentu. Batik keratonan juga merupakan sebuah penunjuk status social masing-masing individu, mungkin dari kalanga rakyat biasa atau dari trah keraton / bangsawan.
Semua yang terdapat dalam museum adalah koleksi pribadi dari 5 generasi keluarga Bapak Hadi. Museum mempunyai kearsipan sendiri untuk koleksinya, arsip terdiri mulai dari generasi pertama hingga ke 5 ini. Arsip ini dikumpulkan dan terus djaga agar koleksi tetap terjaga dan terdeteksi.
Koleksi yang terdapat dalam museum ada sekitar 1500-an, masih ditambah dengan macam-macam dan akan bertambah terus. Museum ini mempunyai tugas mengambil barang-barang baru untuk menjadi koleksi. Namun barang baru ini baru akan menjadi benda museum setelah berumur 50 tahun. Sedangkan benda-benda yang masih dibawah 50 tahun dimasukkan dalam koleksi. Di Museum Batik Yogyakarta ini benda yang paling muda berusia sekitar 52 tahun (tahun 1960) dan yang paling tua berasal dari tahun 1730.
Batik Yogyakarta sendiri memiliki ciri yaitu warnanya cenderung gelap seperti biru tua, hijuau tua, hitam dan coklat berbeda dengan batik Solo dan batik Pekalongan yang warnanya lebih cerah. Dahulu tidak sembarang orang boleh memakai kain batik karena kain batik hanya boleh digunakan oleh kalangan raja. Lalu ada batik agama Hindu-Budha untuk sembahyangnya di tepi laut yaitu batik Lasem. Batik ganda juga terdapat di museum batik, yaitu batik yang dipakai dalam dua waktu pagi dan sore dengan motif yang berbeda dengan pola ceplok gringsing. Juga ada koleksi berupa sarung dari daerah pekalongan dari tahun 1910. Motif-motif dari koleksi sarung tersebut itu yaitu motif sekar jagat, motif parang rusak, motif kuwang, dan motif truntung.
Kebaya juga dikoleksi di museum ini yang berbentuk bordir dari tahun 1947 oleh Ibu Hadinugroho. Dari koleksi-koleksi itu kebanyakan koleksi kebaya Encin dari pola bunga krawang. Karena pada tahun 1730 sudah ada batik tapi masih berada dikalangan kerajaan lalu pada Hamengku Buwono ke-VIII sudah mulai dikenalkan dikalangan masyarakat setempat. Dia mencatat rekor Indonesia untuk pembuatan sulaman tangan terbesar dan terpanjang dengan ukuran 90cm × 400cm dengan judul “Penyalipan Tuhan Yesus di Glogotar”.
Ada pun perbedaan cara pembuatan batik dari masing-masing daerah. Di Yogyakarta sendiri terdapat empat langkah dalam pembuatan kain batik tersebut yaitu :
1.        Netel yaitu berfungsi untuk menghilangkan kotoran dan kanji pabrik yang terdapat pada kain mori yang masih baru. Kanji menyebabkan mori menjadi kaku dan licin bila sedang disetrika. Cara untuk menghilangkan kanji tersebut adalah basahi kain ori dengan air sabun yng terbuaat dari soda abu dan mimyak klenteng atau jarak, lalu diremas-remas agar zat pewarna dapat meresap dengan baik. Kain yang sudah bersih itu lalu dijemur sampai kering lalu dimasak dengan air mendidih untuk menghilangkan appretmasa.
2.        Setelah kain selesai dicuci dan direbus langkah selanjutnya kain kanji yang tipis itu diberi tapioka yang fungsinya untuk melicinkan dan memegang benang agar tidak bergoyang juga untuk mempermudah pelepasan lilin klowan dan tembakan.
3.        Ngemplong, proses ini bertujuan untuk menghaluskan kain yang ingin digambari dengan lilin. Beberapa lembar kain yang telah dikanji digulung dan dipukul-pukul sampai kainmenjadi halus menggunakan pukul yang berserat dan landasanya juga terbuat dari kayu. Proses ini tidak dapat diganti dengan cara disetrika karena tidak akan melemaskan benang-benang yang lurus.
4.        Ngelowang, yaitu menggambari kain dengan lilin dengan menggunakan cap atau stempel. Sifat dari lilin yang digunakan harus cukup kuat dan renyah supaya lilin dapat dilepaskan dengan cara dicoret karena kain yang diberi lilin ini nantinya akan ditempati oleh warna coklat.

C.     Jenis Museum
Museum Batik merupakan jenis museum tak benda. Disebut museum budaya tak benda karena mengandung filosofi-filosofi yang merupakan pengetahuan. Jenis koleksinya pun merupakan barang organic, yaitu yang berasal dari alam sehingga mudah rusak dan rapuh. Jika merawatnya tidak bagus maka akan mudah sekali rusak bahkan hilang. Museum jenis ini lainnya seperti museum tekstil, kertas (perpustakaan), dan museum yang koleksinya berasal dari bahan seperti kayu dan bagian hewan.
Karena merupakan barang organic merawat batik sangat sulit, salah satu cara perawatannya adalah menjaga pencahayaan dan suhu ruang koleksi. Batik tidak boleh terkena cahaya secara etrus menerus, temperatur dan suhu ruangan harus tetap terjaga dan tidak boleh lebih dari 70. Jika sampai kurang dari 70 batik akan mudah luntur, rusak dan jelek, sedangkan jika lebih dari 70 akan rontok. Batik juga tidak boleh berada dalam ruangan ber-AC, karena kelembabannya akan diserap oleh AC dan akan menyebabkan kerutan.
Perawatan yang tidak mudah mengakibatkan biaya perawatan yang tidak sedikit pula. Setiap bulan, Museum Batik Yogyakarta ini menghabiskan kurang labih 5 juta hanya untuk perawatan alias tidak termasuk penggajian karyawan. Biaya diperoleh dari kunjungan, donatur, dan hotel.
Pengunjung setiap bulan rata-rata berjumlah 70-75 orang, paling ramai biasanya pada hari-hari libur dan rombongan yang berasal dari kalangan pelajar / mahasiswa yang sedang mengerjakan atau menyelesaikan tugas.

D.    Korelasi dengan pihak luar
Walupun merupakan museum swasta yang dikelola oleh pribadi, namun Museum Batik Yogyakarta ini mempunyai hubungan yang erat dengan museum-museum batik di daerah-daerah lain seperti Museum Batik Cirebon, Surakarta, Jakarta, bahkan museum batik di Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Tidak hanya antar museum batik saja, museum Batik Yogyakarta juga berhubungan dengan museum-museum budaya di seluruh Yogyakarta ataupun di daerah lainnya. Terbukti dengan keikutsertaannya dalam BARAMUS (Badan Kerjasama Musyawarah Museum), yaitu suatu bentuk perkumpulan pengelola museum di Yogyakarta. Organisasi ini sebanding dengan asosiasi, namun karena cakupan wilayahnya lebih sempit maka hubungan antar museum lebih erat dan dekat. Sama halnya dengan Asosiasi Permuseuman Jakarta.
Hubungan baik tidak hanya dibangun di antara sesame museum saja, namun Museum Batik Yogyakarta juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga masyarakat seperti lembaga pendidikan, seperti Universitas Airlangga, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, dan sebagainya.

E.     Fasilitas
Terdapat beberapa fasilitas yang ditawarkan untuk semakin membuat pengunjung nyaman berada di museum ini; (1) Ruang pamer / gallery, yaitu tempat penyimpanan benda-benda museum yang ditata dengan rapi dan indah, (2) Sorum, yaitu tempat yang biasanya berada di depan sebagai tempat penyimpanan koleksi dan contoh-contoh batik yang dijual, (3) perpustakaan, berisi buku-buku yang berkaitan dengan pengetahuan batik, kondisi perpustakaan dalam Museum Batik Yogyakarta ini memang belum begitu bagus dan buku-buku yang dipajang juga sedikit karena beberapa buku masih disimpan akibat bencana gempa Yogyakarta dulu, (4) Ruang Perawatan, (5) Kamar kecil, (6) tempat bermain, dan (7) Hotel. Selain beberapa fasilitas itu, di dalam Museum Batik Yogyakarta juga terdapat museum sulaman tangan, museum sulam ini merupakan koleksi pribadi. Pemilik museum sendiri yang menyulam puluhan lukisan yang terdapat dalam museum.
Museum Batik Yogyakarta ini juga menawarkan jasa kursus membatik bagi yang berminat. Kursus ini juga masih di bawah pengelolaan museum sebagai salah satu misi dari museum dalam pelestarian budaya. Tanggapan dari masyarakat pun sangat baik, banyak peminat yang belajar di museum ini, karena itu kursus dibuka setiap hari mulai dari pukul 09.00-14.00 WIB dengan biaya Rp25.000,00/jam. Seseorang yang Kursus batik disini hanya perlu datang saja, karena seluruh peralatan dan perlengkapan membatik telah disediakan oleh pihak museum.

F.      Penghargaan
Dalam perjalannya selama 5 generasi, sudah banyak penghargaan yang didapat oleh museum ini ataupun penghargaan bagi pendiri museum batik Yogyakarta. Penghargaan ini diberikan atas jasa museum dalam melestarikan budaya khususnya batik, penghargaan juga diberikan kepada pemilik museum yaitu Maha Budaya Karya, pernghargaan atas jasanya dalam berkarya di dalam batik tradisional.
G.    Organisasi Museum Batik Yogyakarta
Ketua Yayasan            : Suharyanto
Kepala Museum          : Suharyanto
Bendahara                   : Suhartati
Pengelola                     : Prayoga
Karyawan yang terdiri dari 10 orang

H.    Pengelolaan Museum Batik Yogyakarta
Museum Batik Yogyakarta dikelola oleh Bapak Prayoga. Selain sebagai pengelola beliau juga bertugas sebagai kurator dan edukator. Di museum batik ini terdapat sebuah ruangan tersendiri yang berfungsi sebagai pengawetan koleksi-koleksi di museum agar tetap awet dan terhindar dari jamur. Cara pengawetan koleksi tersebut yaitu pada tiga bulan sekali koleksi seperti kain batik, kebaya, sarung batik, dll dimasukkan ke dalam ruangan tersebut dengan diberi ramuan-ramuan dengan adanya kompor pemanas untuk membakarnya.






1 komentar: