Ageboy Blog: http://ageboy.blogspot.com/2012/04/cara-agar-blog-tidak-bisa-di-copy-paste.html#ixzz28tv7zoxP memories of history: Oktober 2012

Senin, 08 Oktober 2012

makalah kondisi wanita di awal kemerdekaan di Jakarta


“Perkembangan Prostitusi di Jakarta pada Awal Abad XX”
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada tahun 1930 dunia mengalami krisis ekonomi, di mana efeknya begitu besar di Hindia Belanda. Akibat krisis ekonomi tersebut, sebagian besar aktifitas perekonomian mengalami gangguan yang serius. Kondisi tersebut juga berpengaruh pada lapangan pekerjaan di Hindia Belanda. Krisis tersebut mengakibatkan berbagai persoalan menyangkut upaya untuk tetap mendapatkan penghasilan agar tetap dapat survive dalam kondisi perekonomian yang serba sulit itu. Salah satu gejala yang kemudian tampak cenderung meningkat adalah berkembangnya aktivitas prostitusi di pusat-pusat perekonomian yang sedang goyah, termasuk di Batavia sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
Tahun 1959 terjadi pergantian sistem politik di Indonesia, yaitu dari demokrasi Parlementer ke demokrasi Terpimpin. Pergantian sistem politik itu secara langsung memang tidak ada pengaruhnya dengan perkembangan prostitusi di Jakarta, namun berbagai situasi sosial dan ekonomi yang serba sulit sejak kemerdekaan hingga memasuki akhir tahun 1950an, yang ditandai dengan banyaknya pengangguran dan kemiskinan, setidak-tidaknya memberikan asumsi bahwa proses politik yang terjadi ikut mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi ada. Selain itu, sejak tahun 1950an mulai terjadi arus urbanisasi ke Jakarta seiring dengan perkembangan kota Jakarta dan adanya proses nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan lapangan pekerjaan ini pada akhirnya menimbulkan berbagai persoalan di Jakarta, di antaranya masalah prostitusi.
Jadi makalah ini berusaha mengkaji sejarah dan perkembangan prostitusi di Jakarta seiring dengan perkembangan dan berbagai perubahan yang terjadi di Jakarta pada kurun 1930-1959. Makalah ini membahas persoalan-persoalan yang melatarbelakangi perkembangan prostitusi, bentuk-bentuk prostitusi, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan prostitusi, akibat yang ditimbulkan oleh aktifitas prostitusi, dan berbagai upaya untuk menanggulangi prostitusi.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan prostitusi di Jakarta pada awal abad XX?
2.      Apa saja faktor-faktor penyebab prostitusi di Jakarta pada awal abad XX?
3.      Bagaimana dampak dan upaya penanggulangan prostitusi di Jakarta pada awal abad XX?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui perkembangan prostitusi di Jakarta pada awal abad XX.
2.      Mengetahui faktor-faktor penyebab prostitusi di Jakarta pada awal abad XX.
3.      Mengetahui dampak dan upaya penanggulangan prostitusi di Jakarta pada awal abad XX


BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan prostitusi di Jakarta pada awal abad XX
1. Perkembangan Prostitusi Masa Kolonial Belanda
Praktik-praktik prostitusi sudah ada sejak masa awal penjajahan Belanda, dikarenakan jumlah perempuan Eropa dan Cina di Batavia lebih sedikit dibandingkan jumlah prianya saat itu. Bahkan, sejak masa J.P. Coen pun telah berkembang praktik-praktik prostitusi walaupun secara tegas ia tidak setuju dengan praktik-praktik semacam itu.
Seiring dengan perkembangan ekonomi dan fisik kota Jakarta, serta peran dan posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda, maka tempat-tempat pelacuran pun juga mengalami perkembangan dan bergeser, misalnya kemudian berkembang tempat pelacuran kelas rendah di sebelah timur Macao Po (sekitar jalan Jakarta sekarang), yang saat itu bernama Gang Mangga. Tempat ini cukup terkenal sebagai salah satu tempat berlangsungnya kegiatan prostitusi.
Faktor kurangnya jumlah perempuan dibandingkan dengan prianya, misalnya selama periode 1860-1930, merupakan alasan logis meningkatnya permintaan jasa prostitusi, sehingga praktek-praktek prostitusi berkembang semakin pesat di masa kolonial Belanda. Selain itu, kondisi perekonomian yang stagnan dan cenderung memburuk pada dasawarsa 1930an ketika terjadi krisis ekonomi turut pula mempengaruhi seorang perempuan dalam menentukan keputusan untuk terjun ke dunia prostitusi. Kemiskinan merupakan kondisi tak terpisahkan dari sejarah bangsa Indonesia selama masa penjajahan. Sebagaimana diketahui, memasuki dasawarsa 1930an, kekuasaan Belanda di Indonesia mulai mengalami tekanan ekonomi, terlebih saat krisis ekonomi melanda dengan dahsyatnya pada tahun 1930.
Depresi ekonomi yang mulai terasa pada pertengahan tahun 1920an di antaranya disebabkan oleh jatuhnya harga-harga komoditi internasional seperti gula dan kopi, sehingga berdampak pada menurunnya aktivitas ekspor dan impor yang pada akhirnya juga berpengaruh pada berkurangnya kesempatan kerja. Berkurangnya kesempatan kerja secara otomatis meningkatkan jumlah pengangguran. Dengan demikian, kita dapat berasumsi bahwa prostitusi yang berkembang di Jakarta pada dasawarsa 1930an ini lebih didominasi oleh faktor kesulitan ekonomi akibat terjadinya krisis ekonomi.

2. Perkembangan Prostitusi Masa Jepang
Penjajah Jepang sebagai ganti kekuasaan Belanda di Indonesia, menjalankan pemerintahan dengan sangat represif. Keadaan ekonomi penduduk sangat parah, sebab segala hasil produksi ditujukan untuk kepentingan Jepang. Jepang juga mengerahkan tenaga rakyat secara paksa yang disebut romusha, untuk membangun prasarana perang, lapangan udara, dan jalan raya. Kemiskinan dan kelaparan terjadi di mana-mana. Banyak penduduk yang hanya berpakaian dari kain goni, sehingga berbagai penyakit kulit diderita oleh penduduk.
Selama Jepang menduduki Indonesia, secara fisik dapat dikatakan bahwa Jakarta sama sekali tidak mengalami perkembangan, namun prostitusi dan komersialisasi seks terus berkembang selama pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang inilah disinyalir terjadi eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan juga ada jaringan perdagangan perempuan untuk dijadikan pelacur. Indikasi ini terkait dengan banyaknya perempuan yang tertipu atau dipaksa memasuki dunia prostitusi. Bangsa Jepang menawarkan pendidikan dan kehidupan yang lebih baik di Tokyo atau kota-kota Indonesia lainnya kepada sejumlah perempuan. Banyak perempuan yang tertarik dengan tawaran itu dan dibawa dan ditampung ke daerah-daerah sekitar pelabuhan Semarang, Surabaya dan Jakarta (Tanjung Priok). Dalam kenyataanya mereka dipaksa melayani hasrat seks para serdadu dan perwira Jepang serta dilarang meninggalkan rumah bordil.
Pada umumnya perempuan yang tertipu dan dipaksa menjadi pemuas nafsu tentara Jepang (belakangan mereka dikenal sebagai Jugun Ianfu) itu berasal dari latar belakang keluarga pegawai pangreh praja yang takut kehilangan pangkat dan jabatannya. Janji-janji untuk disekolahkan ke luar negeri tidak disiarkan melalui surat kabar, tetapi dari mulut ke mulut yang ditangani oleh Sendenbu (Jawatan propaganda). Pada masa Jepang, pangreh praja tunduk melaksanakan perintah Sendenbu. Sebagai konsekuensinya, para pangreh praja (dari bupati sampai lurah) harus memberi contoh menyerahkan anaknya. Masalah kelangkaan lapangan pekerjaan sebagai akibat situasi ekonomi yang sulit pada masa Jepang menjadi alasan utama para perempuan mudah dijebak dengan iming-iming mendapatkan pekerjaan untuk meringankan beban hidup keluarga.

3. Perkembangan Prostitusi Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, aktivitas dan perkembangan prostitusi terus tumbuh dengan subur. Alasan ekonomi merupakan kondisi yang patut diperhatikan di sini sebab pada masa-masa awal Indonesia merdeka kondisi perekonomian bangsa Indonesia memang masih memprihatinkan.
Pada tahun 1950an sampai 1960an terdapat banyak tempat prostitusi yang tumbuh subur di Jakarta, seperti di Jalan Halimun, antara Kali Malang (dekat markas CPM Guntur) hingga Bendungan Banjir Kanal. Di malam hari kawasan sekitar stasiun kereta api Senen menjelma menjadi pasar seks. Tidak mengherankan jika pada pertengahan tahun 1950an pelacuran kelas bawah terjadi di gerbong-gerbong kereta api atau di rumah-rumah dari kotak kardus di sekitar stasiun Senen.
Selain di kawasan stasiun Senen, kawasan Bongkaran Tanah Abang juga menjadi tempat kegiatan prostitusi kelas bawah yang telah terkenal sejak dulu, di mana kebanyakan konsumennya adalah para sopir, buruh, dan pekerja kasar lainnya.

B. Faktor-Faktor Penyebab Prostitusi
Salah satu faktor penyebab maraknya praktek prostitusi di Jakarta dalam tiga lintas kekuasaan adalah kemiskinan. Kondisi ekonomi penduduk pribumi pada masa kolonial umumnya dalam keadaan subsisten, karena sebagian tanah mereka disewa untuk ditanami tanaman komoditi eksport.
Ketika depresi ekonomi memuncak pada sekitar tahun 1930, kondisi sosial dan perekonomian penduduk Jakarta terguncang hebat karena banyak buruh dan tenaga kerja kehilangan pekerjaan akibat banyak perusahaan yang bangkrut, sehingga angka pengangguran pun membengkak. Dengan kondisi sosial dan perekonomian seperti itu. Tidaklah mengherankan jika aktivitas prostitusi di Jakarta cenderung meningkat karena desakan ekonomi. Di tempat-tempat yang merupakan pusat kegiatan perdagangan maupun perekonomian seperti perkebunan, industri/pabrik, dan pelabuhan— seperti halnya Batavia—sering dijumpai praktik-praktik prostitusi yang sulit terkontrol.
Faktor lain penyebab perkembangan prostitusi di Jakarta adalah tingginya arus urbanisasi ke Jakarta. Memasuki masa awal kemerdekaan, keberadaan, posisi, serta peran ibukota Jakarta memang mempunyai arti sangat penting bagi bangsa dan negara Indonesia. Kondisi perekonomian yang masih memprihatinkan dan tingginya arus urbanisasi penduduk ke ibukota Jakarta pada tahun 1950an, lebih-lebih sejak 1959 perkembangan ibukota menjadi bagian politik mercu suar yang bertujuan membuat RI sebagai inti dari The New Emerging Forces, mengakibatkan terjadinya ledakan penduduk dengan berbagai eksesnya, seperti kurangnya lapangan kerja, pemukiman, pertanahan, dan masalah sosial dengan tingkat kerawanan tinggi, termasuk perkembangan prostitusi.

C. Dampak Prostitusi dan Upaya Penanggulangannya
Meningkatnya jumlah penderita penyakit kelamin adalah dampak utama dari adanya praktek-praktek prostitusi, terutama bentuk prostitusi liar. Walaupun data tentang peningkatan jumlah penderita penyakit kelamin pada masa Jepang belum ditemukan, namun melihat dari praktek prostitusi pada zaman Jepang yang terorganisir secara rapi, dapat diasumsikan bahwa tetap ada tentara Jepang yang menderita penyakit kelamin, walaupun mungkin tidak sebanyak masa sebelumnya. Setelah kemerdekaan pun penyakit kelamin tetap berkembang dan sulit dibrantas. Penyakit kelamin yang banyak diidap pada masa tahun 1950an sampai 1960an adalah sipilis.
Sebenarnya pemerintah DKI Jakarta telah menempuh berbagai upaya untuk mengatasi masalah pelacuran dan akibat yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan rasia oleh trantib untuk menangkap dan kemudian memberi pengarahan kepada para pelacur jalanan, namun cara itu tidak efektif menekan perkembangan prostitusi. Upaya serius dan riil pemerintah daerah Jakarta dalam rangka menekan pertumbuhan prostitusi, yang tentu saja bila berhasil akan menekan pula laju jumlah penderita penyakit kelamin, adalah dengan menetapkan Kramat Tunggak sebagai tempat relokasi pelacur di Jakarta pada tahun 1970 dan kemudian diperkuat dengan SK Gubernur Ali Sadikin, yaitu SK Gubernur KDKI No. Ca.7/1/54/1972; SK Walikota Jakarta Utara No.64/SK PTS/JU/1972, dan SK Walikota Jakarta Utara No.104/SK PTS/SD.Sos Ju/1973.
Namun, upaya-upaya tersebut belum mampu menghentikan atau mengurangi praktik prostitusi, karena upaya yang ditempuh lebih cenderung bersifat instant—membongkar atau merazia tempat-tempat prostitusi dan kemudian menangkapi para pelacur–dan tidak pernah berupaya memecahkan persoalan yang sebenarnya, yaitu menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menjamin mereka untuk tidak kembali ke dunia prostitusi. Selain itu, kurangnya sanksi atau hukuman bagi laki-laki hidung belang yang menikmati jasa para pelacur mengakibatkan para penikmat perempuan malam itu tidak merasa jera.

BAB III
KESIMPULAN

Praktik-praktik prostitusi di Jakarta sudah ada sejak masa awal kekuasaan Hindia Belanda, dikarenakan jumlah perempuan Eropa dan Cina di Batavia lebih sedikit dibandingkan jumlah prianya. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, terutama abad XIX, pemerintah Hindia Belanda menganggap perlu adanya upaya penyegaran dan hiburan bagi tentaranya dengan mengijinkan mereka untuk pergi ke tempat-tempat pelacuran guna menghilangkan stres dan rasa jenuh.
Selain pemerintah Pendudukan Tentara Jepang, para aparat desa pun turut terlibat dalam perekrutan perempuan-perempuan Indonesia untuk dijadikan pelacur pada masa Jepang. Kondisi politik dan perkonomian penduduk Indonesia yang tidak menentu sepanjang masa revolusi fisik, menyebabkan sebagian rakyat hidup miskin. Karena semakin sempitnya lahan pertanian di kampung dan adanya keinginan untuk mendapat pekerjaan yang mudah di kota, mendorong penduduk desa melakukan urbanisasi ke kota Jakarta. Adapun arus urbanisasi yang sangat tinggi ke Jakarta pada tahun 1950an semakin memantapan eksistensi praktek-praktek prostitusi, karena semakin banyak permintaan akan jasa layanan seks. Berbagai upaya upaya telah dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi praktik-praktik prostitusi.
Sementara salah satu upaya pemerintah Jakarta menaggulangi prostitusi adalah dengan menetapkan Kramat Tunggak sebagai tempat relokasi pelacur di Jakarta pada tahun 1970 dan kemudian diperkuat dengan SK Gubernur Ali Sadikin, yaitu SK Gubernur KDKI No. Ca.7/1/54/1972; SK Walikota Jakarta Utara No.64/SK PTS/JU/1972, dan SK Walikota Jakarta Utara No.104/SK PTS/SD.Sos Ju/1973.
Namun, berbagai upaya tersebut belum berhasil memberantas prostitusi, karena upaya yang ditempuh cenderung bersifat instant, tidak pernah menyentuh pemecahan persoalan yang sebenarnya, yaitu menyediakan lapangan pekerjaan yang bisa menjamin mereka untuk tidak kembali ke dunia prostitusi.


DAFTAR PUSTAKA

Azuma, Yoshifumi, Abang Beca. Sekejam-kejamnya Ibu Tiri Masih Lebih Kejam Ibukota. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001.

Hadiz, L. S. Aripurnami, S.Sabaroedin, “Perempuan dan Industri Seks” dalam INFID (ed.), Pembangunan di Indonesia,Memandang dari Sisi Lain. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1993.

Hull, Terence H., Endang Sulistyaningsih, dan Gavin W. Jones, Pelacuran di Indonesia: Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.

Nasionalisme


     Indonesia kini sedang menghadapi problem tentang lemahnya rasa nasionalisme dan jati diri bangsa. Bagaimana komentar Anda?
    Menurut saya problem tentang lemahnya rasa nasionalisme dan jati diri bangsa di Indonesia memang benar adanya. Bukti dari kondisi ini adalah beberapa masyarakat tidak lagi mencintai budaya dan bahasa Indonesia sendiri. Beberapa pelajar tidak mengerti esensi nasionalisme, mereka menganggap upacara dan hari-hari bersejarah bagi bagnsa Indonesia tidaklah begitu penting. Masyarakat kurang mencintai produk dalam negeri, masyarakat lebih bangga dengan budaya dan produk negara lain. Misalnya di zaman sekarang masyarakat lebih bangga dengan budaya K-pop. Mereka lebih senang mendendangkan lagu, mengenakan pakaian, dan bergaya hidup K-pop. Bahkan beberapa masyarakat yang tinggal didaerah perbatasan lebih sering mengadakan kontak dengan negara lain daripada dengan negaranya sendiri.

   Anda mengetahui proses lahirnya nasionalisme? Coba lakukan identifikasi beberapa teori tentang nasionalisme. Bagaimana penjelasan Anda? Teori apa yang paling tepat untuk Indonesia?
Walaupun persatuan Indonesia telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, akan tetapi semangat kebangsaan atau nasionalisme dalam arti yang sebenarnya secara resmi baru lahir pada permulaan abad ke-20. nasionalisme Indonesia yang lahir sejak tahun 1928 memang lebih bersifat nasionalisme politik. Artinya, kesadaran sebagai bangsa Indonesia yang diikrarkan para pemuda pada hari Sumpa Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan sebuah kesadaran politik untuk menggalang persatuan demi mem-perjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mohammad Yamin benar menyebut, bahwa nasionalisme Indonesia pada saat kelahiran Budi Utomo (10 Mei 1908) bersifat nasionalisme kultur. Nasionalisme kultur bangsa Indonesia sebenarnya sudah mulai terbentuk sejak abad perdagangan antarpulau di era abad ke-4 dan ke-5 masehi dan mencapai puncak pada zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Nasionalisme Indonesia lahir terutama sebagai reaksi atau perlawanan terhadap kolonialisme dan karenanya merupakan kelanjutan dari gerakan-gerakan perlawanan terhadap kolonial VOC dan Belanda, yang terutama digerakkan oleh raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama Islam.

   Mengembangkan rasa nasionalisme di era modern ini harus cerdas. Bagaimana pendapat Anda, nasionalisme yang seperti apa yang perlu dikembangkan?
   Nasionalisme perlu dikembangkan dan ditanamkan dalam jiwa bangsa. Khususnya pemuda sebagai penerus bangsa. Pembinaan nasionalisme diarahkan untuk memupuk kecintaan masyarakat pada bangsa dan negara, sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai nasionalisme telah berubah bentuk dari nilai perjuangan merebut kemerdekaan menjadi perjuangan ke arah mengisi kemerdekaan, yaitu usaha membangun indonesia menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahiriyah dan batiniyyah. Untuk mengisi era kemerdekaan ini kita sebagai mahasiswa dan seorang calon guru harus menanamkan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus mulai mencintai bahasa, produk, dan budaya bangsa sendiri. Nasionalisme yang harus dikembangkan adalah nasionalisme strategis. Nasionalisme yang tidak menolak fakta globalisasi, namun tetap mengedepankan dan mendahulukan kepentingan nasional. Nasionalisme yang menjadikan pertarungan antarnegara atau kekuatan global sebagai musuh bersama, dan bukan menempatkan suku bangsa, aliran, atau golongan masyarakat Indonesia sebagai entitas yang harus ditundukkan. bentuk nasionalisme yang paling kompatibel untuk dikembangkan di Indonesia adalah spirit nasionalisme multikultural, nasionalisme strategis, dan civic nationalism-- yang mampu menyinergikan ketiga domain utama yang ada, yakni negara (state), pasar (market), dan masyarakat luas (people). .

MAKALAH SUMPAH PEMUDA DAN INTEGRASI BANGSA


BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Gejala-gejala yang dikenal sebagai Kebangkitan Nasional, tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam negeri antara lain adalah pelaksanaan politik etis yang dijalankan oleh pemerintah Hindia Belanda. Faktor dari luar negeri antara lain adalah kemenangan bangsa Jepang atas bangsa Rusia dalam perangnya pada tahun-tahun pertama abad ke-20. Suatu kemenangan yang dianggap sebagai kemenangan orang Asia (kulit berwarna) terhadap orang Eropa (kulit putih). [1]
Adanya pengaruh gagasan-gagasan modern, anggota elite nasional baru, menyadari bahwa perjuangan unuk memajukan bangsa Indonesia harus dilakukan dengan mempergunakan organisasi modern. Baik pendidikan, perjuangan politik, perjuangan ekonomi, maupun perjuangan sosial budaya, memerlukan organisasi. Dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi pergerakan kebangsaan Indonesia seperti Boedi Uetomo, Sarekat Islam, Indische Partji, Perhimpunan Indonesia, dan lain-lain, tampak bahwa proses pendewasaan konsep nasionalisme kultural, berkembang menjadi sosio ekonomis, dan memuncak menjadi nasionalisme politik yang merupakan aspek multidimensional.
Sebuah fenomena sejarah yang merupakan momentum sangat penting dalam proses penguatan konsep wawasan kebangsaan Indonesia terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928. Adanya kehendak bersama untuk bersatu itu akan mengatasi alasan-alasan seperti kedaerahan, kesukuan, keturunan, keagamaan, dan sejenisnya dengan tetap menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. Sejak peristiwa tahun 1928 itu, dunia dikejutkan oleh kemampuan dan kesanggupan bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam kemajuan.
   Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, merupakan momentum kebangkitan nasionalisme yang luar biasa. Sesudah pergelaran Sumpah Pemuda maka semangat kenasionalan ini muncul dalam jiwa pemuda-pemuda bangsa sehingga tercipta kemerdekaan setelah berates-ratus tahun negara ini dibawah kekuasaan asing. Peran serta kontribusi dari Sumpah pemuda terhadap bangsa Indonesia merupakan topic yang menarik untuk dikaji lebih ,mendalam.

B.            Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah lahir dan berkembangnya Sumpah Pemuda?
2.      Bagaimana Sumpah Pemuda mempengaruhi Pergerakan Nasional Indonesia?
3.      Bagaimana Sumpah Pemuda dapat berpengaruh terhadap integrasi Indonesia?
C.           Tujuan
1.        Mengetahui sejarah lahir dan berkembangnya Sumpah Pemuda
2.        Mengetahui Sumpah Pemuda mempengaruhi Pergerakan Nasional Indonesia
3.        Mengetahui  Sumpah Pemuda dapat berpengaruh terhadap integrasi Indonesia

4.         
BAB II
PEMBAHASAN

A.           Lahir dan Berkembangnya Sumpah Pemuda
Sejak kedatangan para penjajah Keadaan bangsa Indonesia sangat sengsara. Para penjajah melakukan monopoli perdagangan di Indonesia dengan cara kekerasan. Selain itu, Belanda juga melakukan politik devide et impera sehingga dapat menaklukkan semua kerajaan di Indonesia dan menjadi terpecah-pecah. Dalam pemerintahannya, Belanda juga menerapkan sistem tanam paksa.Sehingga rakyat semakin sengsara dan miskin. Kelihatannya Indonesia sebagai jajahan Belanda memperoleh kemajuan, akan tetapi rakyat Indonesia tetap miskin sebab gaji para karyawan Indonesia baik di perusahaan swasta maupun dalam administrasi pemerintahan tetap rendah sekali. Sehingga rakyat melarat dan penghasilan di bawah minimum.
Keadaan yang demikian tidak membuat para tokoh pemuda untuk berdiam saja.Para pemuda membentuk perkumpulan-perkumpulan (organisasi) untuk menghadapi kekejaman pemerintah Belanda. Pada permulaan abad ke 20, telah terdapat tanda-tanda akan bangkitnya kembali rakyat Indonesia. Kebangkitan tersebut bermula dengan adanya sosok Kartini  yang ingin memperbaiki keadaan bangsa Indonesia. Bangkitnya bangsa Indonesia tidak terlepas dari cita-cita Kartini.Buku Kartini yang berisikan surat-surat yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang telah membawa pengaruh bagi para pemuda dan pemimpin-pemimpin Indonesia serta bagi kaum terpelajar Belanda.
Dengan mulainya abad ke-20, mulai pulalah suatu masa baru bagi rakyat Indonesia. Dalam masa baru itu  pemimpin-pemimpin rakyat memperjuangkan nasib bangsanya yang selama berabad-abad telah dilakukan oleh nenek moyang kita, dengan melakukan perlawanan bersenjata. Kini perjuangan merupakan suatu perjuangan politik dengan mempergunakan cara-cara dan sarana-sarana modern.[2]
Pada tahun 1906 Dr. Wahidin Sudirohusodo mulai memajukan propaganda dalam memajukan bangsa Jawa melalui perluasan pengajaran.Berkat dorongan Dr. Wahidin Sudirohusodo, pada tanggal 20 Mei 1908, untuk pertama kali didirikan perkumpulan dengan sebutan Budi Utomo oleh Dokter Sutomo dan kawan-kawan.Sehingga mulailah zaman baru di Indonesia yaitu zaman pergerakan Indonesia.Selain itu dididrikan pula organisasi Sarekat Dangang Indonesia oleh Haji Samanhudi.Lantas selanjutnya diubah namanya menjadi Sarekat Islam.SI mempunyai banyak pengikut.Berdirinya Budi Utomo kemudian diikuti oleh perkumpulan-perkumpulan lain di daerah-daerah seperti Pasundan, Sarekat Sumatra, perkumpulan Ambon, perkumpulan Minahasa, dan sebagainya.Hali ini dikarenkanan adanya sifat yang masih kedaerahan bangsa Indonesia.Selain itu, golongan agama punmulai bergerak dengan berdirinya organisasi Muhammadiyah yang didiirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912.Oprganisasi ini tidak bergerak di bidang politik, melainkan di bidang sosial, pendidikan, dan agama.Tidak kalah dengan kaum pria, wanita pun mendirikaan perkumpulan wanita yang bernama Putri Mardika, Kautamaan Istri, Parwiyatan wanita, Wanito Hadi, dan sebagainya.[3]
Tujuh tahun setelah didirikannya Budi Utomo, pemuda Indonesia mulai bangkit meskipun masih dalam suasana kesukuan/ kedaerahan. Pada tanggal 7 Maret 1915 Satiman bersama Kadarman dan Sunardi mendirikan perkumpulan pelajar bernama Tri Koro Dharmo yang artinya tiga tujuan mulia (sakti, budi, bakti). Kemudian Tri Koro Dharmo dirubah namanya menjadi Jong Java pada kongres di Solo tahun 1918 karena untuk mencita-citakan persatuan Jawa Raya (Sunda, Jawa, Madura, dan Bali). Selain Jong Java telah terbentuk pula perkumpulan pelajar bernama Sumatranen Bond yang mempunyai cabang di Padang dan Bukittinggi. Kemudian disusul dengan berdirinya perkumpulan pemuda kedaerahan seperti Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, dan Pemuda Kaum Betawi. Selain itu berdiri pula Jong Islamieten Bond (JIB) yang didirikan oleh bekas ketua Jong Java yaitu Sam. JIB turut memegang peranan dalam Sumpah Pemuda. Pada tahun 1908 para mahasiswa yang belajar di Belanda juga mendirikan organisasi yang disebut Perhimpunan Indonesia.
Pada tanggal 30 April- 2 Mei 1926, terjadi Kongres Pemuda I. Dalam kongres ini terdiri dari perkumpulan-perkumpulan pemuda yang kemudian bersatu dan melakukan kongres I di Jakarta.Kongres tersebut dipimpin oleh M. Tabrani dengan tujuan kongres memajukan paham persatuan bangsa dan mengeratkan hubungan antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan. Sesudah kongres selesai, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Jakarta  mendirikan perkumpulan mahasiswa yang bernama Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI). Tujuan dibentuknya PPPI ini yaitu untuk persatuan bangsa Indonesia terutama dikalangan pemuda. Tokoh PPPI antara lain Sigit, Sugondo, Suwiryo, S. Reksodiputro, Muh. Yamin, Amir Syarifudin, dan sebagainya.
Perkembangan nasionalisme Indonesia terjadi secara simultan, bukan saja menjangkau partai-partai politik tetapi juga organisasi-organisasi pemuda. Bersamaan dengan pembentukan PNI dan PPPKI, organisasi pemuda berada dalam proses politisasi yang makin meningkat. Para pelajar dan mahasiswa dari organisasi mulai bergabung dalam suatu wadah yang bernama Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).Para pemuda telah sepakat bahwa waktu pencetusan Sumpah Pemuda telah matang.Sumpah pemuda bukan hanya hasil perjuangan pemuda saja tetapi merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Sumpah pemuda merupakan titik kulminasi perjuangan nasional karena syarat mutlak berhasilnya perjuangan bangsa dan bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia sebagai bangsa besar.Sumpah pemuda dicetuskan oleh para pemuda merupakan suatu kehormatan besar bagi pemuda dimanapemuda adalah eksponen perjuangan nasional dan perjuangan pemuda merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan bangsa secara keseluruhan.
Pada Kongres Pemuda II tanggal 26-28 Oktober 1928 dihadiri oleh sembilan organisasi pemuda dan sejumlah tokoh politik.Kongres tersebut merupakan puncak integrasi ideologi nasional dan merupakan peristiwa nasional.Kongres tersebut membawa semangat nasionalisme ke tingkat yang lebih tinggi karena utusan yang datang mengucapkan sumpah setia “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia.”Di dalam penutupan kongres tersebut dikumandangkan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R Supratman.Simbol kebangsaan lainnya yaitu bendera Merah Putih dikibarkan untuk mengiringi lagu kebangsaan tersebut sehingga tercipta kesan yang mendalam bagi para pemuda yang hadir dalam kongres tersebut.Selain itu, sumpah pemuda merupakan produk kaum intelegensi yang menjadi aktor intelektual “drama nasionalisme” Indonesia.Sumpah Pemuda mencakup tiga pengertian yang merupakan kesatuan yaitu pengertian wilayah, bangsa yang merupakan massa dan bahasa sebagai alat komunikasi yang homogin. Nilai dasar yang terkandung dalam sumpah pemuda yang mencakup kebebasan, kemandirian, dan kebersamaan.
Dua tahun setelah sumpah pemuda, gerakan pemuda menginjak fase perjuangan baru dalam kenyataannya yaitu fase perjuangan yang dijiwai oleh cita-cita sumpah pemuda yaitu cita-cita persatuan berdasarkan kebangsaan Indonesia.Pada tahun 1931, Indonesia Muda mengadakan kongres di Yogyakarta.Dalam kongres tersebut membahas mengenai perselisihan antara kaum tua yaitu Sartono yang mendirikan Partindo setelah PNI dibubarkan dan bekas anggota lainnya mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia dibawah pimpinan Moh.Hatta.
B.Sumpah pemuda dan Pengaruhnya Bagi Pergerakan Nasional Lainnya
Kelahiran organisasi pergerakan kebangsaan pertama, walaupun dalam masa selanjutnya di ambil alih oleh golongan tua, telah mengilhami munculnya gerakan-gerakan pemuda lainnya di Indonesia untuk masa selanjutnya. Gerakan pemuda itu berkembang sedemikian rupa hingga mengarah pada suatu kesepakatan nasional dalam bentuk sumpah bersama untuk nusa dan bangsa, tanah air dan bahasanya yang sama yaitu Indonesia.
Selanjutnya Sumpah Pemuda 1928, di adakan lagi kongres pemuda di Yogyakarta pada tanggal 24-28 Desember 1928.Sesungguhnya sewaktu Sumpah Pemuda disetujui pada tanggal 28 Oktober tahun 1928, organisasi-organisasi pemuda pendukung belum menyetujui di adakannya fusi antara organisasi pemuda tersebut seperti yang diusulkan PPPI karena mencapai kesatuan fikiran.[4]
Yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat pada waktu itu sudah barang tentu keputusan Jong Java  yang bulan Desember 1928 itu( Sesudah Kongres Pemuda II) akan mengadakan kongresnya yang akan memberi keputusan tentang fusi. Organisasi-organisasi lain menunggu dengan berdebar-debar keputusan kongres Jong Java pada waktu itu merupakan perkumpulan pemuda yang tertua dan yang terbesar dan memiliki organisasi yang rapi. Fusi perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya tanpa Jong Java akan kurang berarti.[5]
Seperti di atas dikemukakan ide persatuan di kalangan Jong Java yang dahulu bernama Tri Koro Dharmo dalam arti persatuan antara pemuda-pemuda dari seluruh kepulauan telah lama ada bahkan sudah sejak didirikannya di tahun 1915. Ide persatuan ini lebih nyata dengan adanya putusan kongres Jong Java yang ke IV tahun 1921 di Bandung yang merubah pasal 3 anggaran dasar Jong Java demikian rupa sehingga keinginan bersatu dicantumkan dalamanggaran dasar. Setelah dirubah sesuai putusan kongres tersebut, pasal 3 berbunyi:
“Jong Java bertujuan memepersiapkan anggota-anggotanya untuk membantu pembentukan Jawa raya dan untuk memupuk kesadaran bersatu Rakyat Indonesia sehubungan dengan maksud untuk mencapai Indonesia merdeka.”[6]
Jong Java kemudian juga melihat didirikannya PPPI sebagai himpunan mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang tidak lagi mengenal kesukuan atau kedaerahan. Proses dalam Jong java sendiri ditambah dengan pertumbuhan yang nyata dari ide persatuan nasional Indonesia telah mematangkan jiwa anggota-anggota Jong Java dari jiwa kesukuan menjadi jiwa nasional Indonesia.[7]
Kongres menghasilkan suatu keputusan yang penting, yakni akan di adakannya fusi atau gabungan diantara organisasi-organisasi pemuda yang ada. Keputusan itu disetujui oleh Jong Java Jong Sumatra, dan Jong Celebes,. Untuk merealisasikan keputusan tersebut dibentuklah komisi yang kemudian di kenal dengan nama komisi besar Indonesia Muda.
Pada tanggal 23 april 1929 atas undangan pedoman Besar Jong Java wakil-wakil pemuda Indonesia, Pemuda Sumatra dan Jong Java mengadakan rapat yang pertama di gedung IC Kramat 106 Jakarta. Keputusan ialah bahwa mereka menginginkan segera didirikannya perkumpulan baru yang sejalan dengan kemauan persatuan Indonesia dan berdasarkan kebangsaan Indonesia dan juga segera membentuk komisi persiapan yaitu yang dinamakan Komisi Besar Indonesia Muda (KBIM). [8]
Dalam kongresnya di Semarang dari tanggal 23-29 Desember 1929 Jong java membubarkan diri untuk meleburkan diri ke dalam perkumpulan Indonesia Muda. Keputusan berbunyi sebagai berikut:
Kerapatan Besar mengambil keputusandengan memperhatikan Statuten perkumpulan Jong Java dahulu bernama Tri Koro Dharmo, ialah:Pertama : Sedjak dari saat ini perkoempoelan Jong Java daholoe bernama Tri Koro Dharmo, tidak berdiri lagi.Kedoea  : Sedjak dari saat ini segala tjabang perkoempoelan Jong Java, dahoeloe bernama tri Koro Dharmo, berdiri di bawah “pemandangan” Komisi Besar perkoempoelan Indonesia Moeda dan wadjib bersatoe didalam perkoempoelan ini. [9]
Akhirnya pada tanggal 31 Desember 1930 dalam konfrensi di Solo di tetapkan berdirinya organisasi Indonesia Muda. Pada saat berdirinya organisasi itu telah memiliki 25 cabang dengan 2400 anggota.[10]
Indonesia Muda telah berdiri, Indonesia Muda berdiri sebagai kenyataan cita-cita Sumpah Pemuda. Dan sesungguhnya, Indonesia Muda adalah penerus roh “Sumpah Pemuda”.[11]
Sejak 1 Januari 1931 Indonesia Muda mulai bergerak dengan semangat kebangsaan yang menyala-nyala. Dimana-mana di seluruh Indonesia pendirian Indonesia Muda diterima dengan gembira.Tujuan Indonesia Muda seperti di tetapkan dalam konsep adalah: Memperkuat rasa persatuan di kalangan pelajar-pelajar, membangunkan dan mempertahankan keinsyafan, di antaranya bahwa mereka adalah anak bangsa yang bertanah air satu agar tercapailah Indonesia Raya.Untuk mencapai tujuan ini Indonesia Muda berusaha memajukan rasa saling menghargai dan memelihara persatuan di semua anak Indonesia, bekerja sama dengan lain-lain perkumpulan pemuda, mengadakan kursus-kursus untuk mempelajari bahasa persatuan dan memberantas buta huruf, memajukan olahraga dan sebagainya.
Mengenai organisasi-organisasi kepanduan yang semula merupakan bagian dari pada organisasi-organisasi pemuda-pemuda yang telah dilebur itu (JJP, INPO,PPS) perlu ditentukan bahwa organisasi –organisasi tersebut dilebur menjadi satu organisasi kepanduan yang besar dengan nama kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang berhaluan kebangsaan seperti Indonesia Muda dan berkain leher merah-putih sebagai tanda di milikinya jiwa nasional. [12]
C. Sumpah Pemuda dan Pengaruhnya bagi Integrasi Indonesia
Integrasi berasal dari bahasa inggris "integration" yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan.integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
§  Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
§  Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan. Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosial budaya.[13]
Wawasan kebangsaan Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada masa lalu seirama dengan dinamika pertumbuhan dan perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu, sifat dan corak perkembangannya tampil sesuai dengan sifat dan corak organisasi pergerakan yang mewakilinya. Dari pertumbuhan dan perkembangan organisasi pergerakan kebangsaan Indonesia seperti Boedi Uetomo, Sarekat Islam, Indische Partji, Perhimpunan Indonesia, dan lain-lain, tampak bahwa proses pendewasaan konsep nasionalisme kultural, berkembang menjadi sosio ekonomis, dan memuncak menjadi nasionalisme politik yang merupakan aspek multidimensional.[14]
Sebuah fenomena sejarah yang merupakan momentum sangat penting dalam proses penguatan konsep wawasan kebangsaan Indonesia terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928. Dalam itulah modal yang sangat berharga bagi terbentuknya sebuah “Nation-State” telah disepakati. Adanya kehendak bersama untuk bersatu itu akan mengatasi alasan-alasan seperti kedaerahan, kesukuan, keturunan, keagamaan, dan sejenisnya dengan tetap menghormati perbedaan-perbedaan yang ada. Sejak peristiwa tahun 1928 itu, dunia dikejutkan oleh kemampuan dan kesanggupan bangsa Indonesia untuk bersatu padu dalam kemajuan.[15]
Mengenai integrasi Indonesia, akhir-akhir ini muncul isu-isu disintegrasi Indonesia.mulai dari ketegangan di Irian Jaya, kerusuhan di Ambon dan Madura baru-baru ini, serta gerakan-gerakan sparatis daerah seperti di Aceh dan masih banyak yang lainnya. Isu-isu perpecahan Indonesia semakin merebak dengan adanya masalah pengakuan budaya kita oleh negara lain. Kita ingat permasalahan pulau Sipadan dan Ligitan yang diatasnamakan milik Malaysia, tak hanya itu saja pengakuan atas tari Reog Ponorogo juga diperebutkan.Bahkan pada tahun-tahun sebelumnya bibit perpecahan itu sudah Nampak.Mulai dari permasalahan PKI Madiun, Gerakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo (1948-1962) merupakan wujud ketidakmampuan kita dalam mempertahankan bagian dari bangsa ini dalam konteks nasionalisme.
Sumpah pemuda berisikan jiwa persatuan yang berlatar belakang Bhineka Tunggal Ika yang berarti bahwa bangsa Indonesia itu sendiri terdiri dari macam-macam suku bangsa sebagai realitas kebudayaan dan realitas politik yang bersama-sama hidup sebagai satu dengan penuh toleransi.Dengan demikian persatuan dapat tercapai dan dipertahankan kalau ke-bhinekaan diperhitungkan sebagai realitas yang memilki elemen mutlak yaitu toleransi. Tanpa memiliki toleransi maka persatuan Indonesia akan selalu goncang.
Pada tahun 1948 terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang menggoncangkan persatuan pada waktu itu. Jika ditinjau dari sebab-musabab pemberontakan tersebut serta meninjau ideology PKI ini dapat disimpulkan bahwa PKI tidak memiliki toleransi (dalam hal toleransi ideology) terhadap ideology-ideologi lain. Pemberontakan PKI 1948 tyersebut menyalahi Sumpah pemuda.Toleransi merupakan unsur mutlak dalam sumpah pemuda.Gerakan Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo pun bekisar pada soal toleransi beragama yang jika dilihat dari sudut sumpah pemuda tidak tercermin dari gerakan Kartosuwiryo ini.[16]
Gerakan-gerakan kedaerahan yang pernah terjadi di waktu-waktu yang lalu menjadi bahan renunagan kita semua untuk meresapi lagi jiwa sumpah pemuda.Sesuai Sumpah Pemuda gerak-gerik kita harus selalu dikaitkan pada arti persatuan yang memiliki latarbelakang berupa realitas-realitas kedaerahan yang juga merupakan kekuatan. Pada hakekatnya Sumpah Pemuda adalah Nasionalisme Indonesia, Patriotisme Indonesia, yang seiring dengan makna lagu Indonesia Raya, bendera Sang Saka Merah Putih, kemudian falsafah Pancasila dan Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.[17]Lebih-lebih karena Sumpah Pemuda sangat menentukan artinya bagi pergerakan kemerdekaan nasional kita yang memuncak pada Proklamasi Kemerdekaan dari 17 Agustus 1945.
Melihat segala bentuk permasalahan ketahanan negara kita pada mulanya bermuara dalam konteks nasionalisme.Dalam kemelut perpecahan antar daerah yang semakin lama semakin menjadi-jadi di negeri ini, pemerintah sendiri juga selalu berusaha agar sekelompok golongan yang bersengketa mengadakan persatuan. Persatuan dan kesatuan suatu negara tidak hanya mampu di kendalikan oleh birokrasi pemerintahan dan pertahanan negaranya saja, akan tetapi pemuda-pemuda bangsalah yang harus menetapkan dasar kuat bagi persatuan Indonesia agar persatuan itu menjadi kekal abadi.
Menurut M. Yamin, pendidikan disebut sebagai faktor utama persatuan. Tentunya pendidikan yang diperkaya dengan nilai bertanah air dan berbangsa Indonesia.sedangkan untuk faktor kemauan bagi kepentingan persatuan Yamin menganut teori dari Ernest Renan (1823-1892) ahli filsafat bangsa Perancis, bahwa bangsa (nation) itu timbul karena sejarah yang dialami bersama-sama dan juga karena kemauan akan hidup bersama.[18]Namun demikian, sepantasnya harus dihargai bahwa dalam proses penyatuan dari berbagai sifat kedaerahan menjadi sifat nasional merupakan suatu proses integrasi yang nilainya sangat dalam.



BAB III
KESIMPULAN

Pada hakekatnya Sumpah Pemuda adalah Nasionalisme Indonesia, Patriotisme Indonesia, yang seiring dengan makna lagu Indonesia Raya, bendera Sang Saka Merah Putih, kemudian falsafah Pancasila dan Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945.Melihat segala bentuk permasalahan ketahanan negara kita pada mulanya bermuara dalam konteks nasionalisme.Dalam kemelut perpecahan antar daerah yang semakin lama semakin menjadi-jadi di negeri ini, pemerintah sendiri juga selalu berusaha agar sekelompok golongan yang bersengketa mengadakan persatuan.
Persatuan dan kesatuan suatu negara tidak hanya mampu di kendalikan oleh birokrasi pemerintahan dan pertahanan negaranya saja, akan tetapi pemuda-pemuda bangsalah yang harus menetapkan dasar kuat bagi persatuan Indonesia agar persatuan itu menjadi kekal abadi.Namun demikian, sepantasnya harus dihargai bahwa dalam proses penyatuan dari berbagai sifat kedaerahan menjadi sifat nasional merupakan suatu proses integrasi yang nilainya sangat dalam.


DAFTAR PUSTAKA
                              
Nugroho Notosantoso. 1991.Sejarah Nasioanal Indonesia.Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sagimun. 1948.Soempah PoemoedaJakarta : Balai Pustaka.
Sudiyo. 2002.Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan kemerdekaan.Jakarta : Inti Idayu Pers.
Suhartono, 1994, Sejarah Pergerakan Nasional; dari Budi Utomo samapai Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
                   Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta, 1974, 45 Tahun Sumpah Pemuda, Jakarta; PT; Gunung Agung.
http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial diunduh pada tanggal 25 septembaer 2012, pukul 07.28 WIB.



[1]Nugroho Notosantoso, 1991, Sejarah Nasioanal Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal 35.
[2]Ibid,.

[3]Suhartono, 1994, Sejarah Pergerakan Nasional; dari Budi Utomo samapai Proklamasi 1908-1945, Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
[4] Sagimun, 1948, Soempah Poemoeda, Jakarta : Balai Pustaka. Hal 74
[5]Ibid,.Hal 75.
[6]Ibid,.
[7]Ibid,.
[8]Ibid,.Hal 77.
[9]Ibid,.Hal 78.
[10]Sudiyo, 2002, Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan kemerdekaan, Jakarta : Inti Idayu Pers. Hal 74.
[11]Op,. Cit,. Hal 84
[12]Ibid,.Hal 85
[13]http://id.wikipedia.org/wiki/Integrasi_sosial diunduh pada tanggal 25 septembaer 2012, pukul 07.28 WIB.
[14]Op,.Cit,. Hal 43.
[15]Ibid,.
[16]Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta, 1974, 45 Tahun Sumpah Pemuda, Jakarta; PT; Gunung Agung.Hal 141.
[17]Ibid,.hal 178.
[18]Pidato M. Yamin dalam acara Kongres Pemuda II tanggal 27-28 Oktober 1928 di Jakarta.Melalui 45 Tahun Sumpah Pemuda.1974. Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta.