BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa pergerakan di Indonesia ditandai dengan perubahan
cara perjuangan dan munculnya organisasi-organisasi modern. Perjuangan yang
dulu bersifat kedaerahan dan hanya mengandalkan cara-cara kekerasan dengan
perang dan sebagainya berubah menjadi semakin nasionalis dan tidak lagi sekedar
mengandalkan otot. Bangsa Indonesia sudah mulai sadar bahwa kekuatan senjata
mereka yang tertinggal jauh tidak akan pernah berhasil menghancurkan kolonial
Belanda.
Munculnya organisasi-organisasi pergerakan tidak lepas
dari diberlakukannya politik etis yang memungkinkan pribumi mendapatkan
pendidikan. Orang-orang terdidik inilah yang nantinya menjadi kaum yang
bergerak. Mereka barangkali pantas disebut sebagai anak haram dari politik
etis. Sebutan anak haram cocok karena kelahiran mereka yang tidak diharapkan
oleh kolonial Belanda.
Organisasi pergerakan yang muncul di Indonesia selain disebabkan
oleh keadaan di Indonesia sendiri juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari
luar negeri. Pengaruh dari luar terutama berkaitan dengan ideologi yang menjadi
pegangan organisasi-organisasi pergerakan tersebut. Sukarno pernah menyatakan
bahwa pergerakan di Indonesia setidaknya dipengaruhi oleh tiga ideologi besar
yaitu Nasinalis, Agama, dan Komunis atau Marxis. Pembagian ini tidak lepas dari
ideologi negara yang sempat diusung Sukarno yaitu Nasakom.
Namun ternyata sejarawan Suhartono membagi organisasi
pergerakan menjadi organisasi berbasis agama dan organisasi sekuler. Pembagian
ini sebenarnya gagak membingungkan karena tidak dijelaskan lebih lanjut apa
yang dimaksud organisasi berbasis agama dan organisasi sekuler. Organisasi yang
termasuk berbasis agama barangkali sudah cukup jelas karena gerakan mereka
bernafaskan agama. Sementara itu organisasi yang dianggap sekuler sedikit
membingungkan. Tidak dijelaskan mengapa SI B, PKI, dan…. Dikelompokkan sebagai
organisasi pergerakan sekuler.
Meskipun tidak terlalu jelas nampaknya pembagian
menajdi agama dan sekuler masih dipertahankan. Buktinya pada mata kuliah
Sejarah Pergerakan Indonesia penulis mendapat tugas untuk menyusun makalah
tentang organisasi pergerakan sekuler. Jujur sebenarnya penulis baru tahu bahwa
ternyata ada pembagian seperti itu terhadap organisasi-organisasi pergerakan.
Selama ini penulis lebih cenderung mengikuti pembagian oragnisasi pergerakan
seperti yang diutarakan Sukarno.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan organisasi pergerakan sekuler?
2.
Bagaimana kiprah organisasi pergerakan sekuler di Indonesia?
C.
Tujuan dan Manfaat
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan organisasi pergerakan
sekuler
2.
Mengetahui kiprah organsasi pergerakan sekuler di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Organisasi
Pergerakan Sekuler
Sejarawan Suhartono menyatakan bahwa pada masa
pergerakan nasional ada kelompok organisasi yang bersifat agamis dan ada yang
bersifat sekuler. Organisasi agama di Indonesia umumnya terpengaruh gerakan
emansipasi keagamaan Islam. Termasuk organisasi pergerakan agama antara lain
misalnya Muhammadiyah, Ahmadiyah, Al-Irsyad dan Partai Arab Indonesia, dan
Nahdatul Ulama.
Suhartono tidak memberi pengertian atau batasan yang
jelas tentang apa yang dimaksud organisasi pergerakan sekuler. Namun sekuler
umumnya diartikan sebagai ideologi atau pandangan yang memisahkan kehidupan
bernegara dengan kehidupan beragama. Jadi organisasi pergerakan sekuler dapat
diartikan sebagai organisasi pergerakan yang memisahkan anatar kehidupan
bernegara dengan kehidupan beragama. Suhartono meyatakan setidaknya ada tiga
organisasi pergerakan sekuler di Indonesia antara lain, Sarekat Islam afdeling
B, Partai Komunis Indonesia, dan Radicale Concertratie dan gerakannya.
B.
Kiprah Orgainsasi Pergerakan
Sekuler di Indonesia
1. Sarekat Islam
afdeling B
SI Afdeling B yang mendapat pengaruh komunis terdapat di Periangan, Jawa
Barat yang mulai melakukan kegiatannya pada bulan April 1918. Sebagai penyalur
aspirasi dan wadah kepercayaan lokal, Afdeling B bertujuan menjalankan
ketentuan agama Islam secara murni, berdasarkan prinsip “billahi fisabili haq”
yang berarti akan diperangi setiap orang yang menghalangi agama Islam.
Sementara itu pada bulan Januari 1919 gerakan yang dipimpin oleh Ismail
mendapat izin dari SI pusat untuk menyebarkan organisasinya ke daerah Priangan.[1]
Hingga terjadinya peristiwa Cimareme yang dipimpin H. Hasan pada tahun
1919, Afdeling B masih sebagai gerakan rahasia. Permusuhan dilakukan terhadap
pejabat pribumi dan Eropa, dan orang Cina. Untuk memperkuat gerakan organisasi
itu, ia mengedarkan jimat dan menyumpah anggotanya. Komunikasi sesame anggota
dilakukan dengan sandi dan tanda-tanda rahasia. Anggota organisasi itu terdapat
di Jakarta, Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Sukabumi.[2]
Pada umumnya Afdeling B muncul sebagai akibat perubahan social yang
menyebabkan kemerosotan ekonomi dan desintergrasi sosiokultural. Penderitaan
dan kesengsaraan rakyat member peluang besar bagi timbulnya gerakan. Untuk
mengatasi keadaan itu diperlukan susuanan dan tatanan baru yang telah dirusak
oleh pemerintah colonial. Adanya anggapan dan prasangka yang buruk terhadap
golongan social dalam masyarakat serta keyakinan akan terjadinya perang suci
dan harapan akan datangnya Ratu Adil mendorong organisai ini banyak mendapat
pengikut dikalangan masyarakat pedesaan.
Ada kesan solah-olah ada hubungan antara perlawanan H. Hasan dari
Cimareme dengan Afdeling B dari kota lain dating di Cimareme. Mereka bersenjata
golok dan member bantuannya pada H. Hasan. Bantuan itu dipandang sebegai usaha
memasukkan perlawanan H. Hasan dalam kerangka politik yang lebih luas yaitu
rencana pemberontakan Afdeling B. Memang tindakan itu dapat juga diartikan
adanya solidaritas terhadap sesame umat Islam yang sedang menghadapi tekanan
kolonial.[3]
Sekretaris SI pusat, Sosrokardono, dituduh pemerintah terlibat dalam
gerakan Afdeling B karena ia pernah hadir dalam rapat-rapat yang
diselenggarakan oleh organisasi itu. Ia diajukan ke pengadilan dan dihukum
empat tahun, sedangkan Cokroaminoto, ketua SI ditahan karena ia dituduh
memberikan keterangan palsu.
SI pusat menolak adanya hubungan dengan Afdeling B, meskipun
ada tuduhan bahwa Cokroaminoto, Sosrokardono dan pimpinan lainnya membeli jimat
yang berarti berpihak pada Afdeling B. Peristiwa Afdeling B menyulitkan
kedudukan SI. Anggota SI banyak yang ditangkap karena dituduh menjadi anggota
Afdeling B. Si garut membubarkan diri dan peristiwa ini menjadi salah satu
sebeb mengapa anggota SI kemudian merosot.[4]
2. Partai Komunis
Indonesia
Sebelum berbicara Partai Komunis Indonesia alangkah baiknya kita terlebih
dahulu membicarakan SI (Sarekat Islam) Semarang. Sebagian dari pembaca mungkin
akan bertanya-tanya mengapa kita harus membicarakan SI Semarang yang merupakan
cabang dari suatu perkumpulan keagamaan. SI Semarang memiliki peran penting
sebagai tempat berseminya embrio gerakan Marxis pertama di Indonesia. Para
petinggi SI Semarang kelak yang akan menjadi para petinggi PKI. Bahkan ketuan
SI Semarang yaitu Semaun dikemudian hari menjadi ketua sekaligus salah satu
pendiri Partai Komunis Indonesia yang pertama. SI Semarang dibawah kepemimpinan
Semaoen pada 1917-1920 telah dengan jelas mulai menunjukkan tendensi-tendensi
sosialistik.[5] Menurut Soe Hoek Gie proses perevolusioneran SI Semarang sendiri
sebenarnya lebih dipengaruhi bahkan ditentukan oleh keadaan rakyat Indonesia
dan Semarang menjelang berakhirnya PD II.[6]
Faktor yang mendorong perevolusioneran SI Semarang yang berasal dari dalam
antara lain permasalahan Agraria,
Volksraad dan Indie Weebaar, dan Wabah Pes, serta dari luar yaitu kedatangan
Perdelict Sneevliet.[7]
Pada 1920 ISDV menerima surat dari Haring (nama samaran Sneevliet) dari
Shanghai yang menganjurkan ISDV menjadi anggota komitern(komunis
internasional). Untuk itu harus dipenuhi 21 syarat diantaranya harus memakai
nama terang partai komunis dan menyebutkan nama negaranya. Semaoen kemudian
mengirimkan tembusan surat tersebut kepada para petinggi ISDV termasuk Darsono
yang waktu itu masih di penjara Surabaya. Dalam pertemuannya dengan Hertog di
penjara Surabaya, Darsono menyatakan persetujuannya sembari menambahkan dua
alasan lagi yaitu
1.
Manifest yang ditulis Marx-Engels dinamai manifest komunis
bukan manifes sosial demokrat
2.
Rakyat Indonesia tidak dapat membedakan antara ISDV yang revolusioner
dengan ISDP yang evolusioner
Hertog yang waktu
itu adalah ketua ISDV menolak pendapat Darsono tersebut.
Menyikapi kondisi tersebut diselenggarakan kongres istimewa yang dihadiri
40 orang, semuanya orang Indonesia. Sidang berlangsung panas hingga Alimin
meninggalkan sidang. Dalam sidang tersebut dua orang menolak dengan alasan jika
bergabung dengan komitern berarti menjadi bawahan Rusia. Semaon meyakinkan
pesrta sidang bahwa komitern bukan milik Rusia dan perubahan nama sekedar
sebagai bentuk disiplin organisasi. Akhirnya sidang menyepakati perubahan
tersebut dan akhirnya pada 23 Mei 1920 lahirlah partai komunis Hindia. Semaon
dipilih sebagai ketua, Darsono wakil, Bersama sebagai sekertaris, Dekker
sebagai bendahara dan Kraan sebagai anggota. Peristiwa ini dapat dikatakan
sebagai pengindonesiaan gerakan Marxis di Indonesia.[8]
Untuk mendeapatkan pengaruh di kalangan orang-orang Indonesia, Sneevliet
mendesak agara mereka mendapat pengaruh dalam perkumpulan orang Indonesia yang
berwibawa dan dengan demikian akan dapat meneruskan ajaran-ajaran baru kepada
massa. Pilihannya jatuh pada SI yang mempunyai massa besar dan bersedia
menerima pikiran-pikiran yang radikal, selain itu anggotanya yang muda dan
radikal dapat menggabungkan diri dengan ISDV tanpa harus meninggalkan SI.[9]
Cabang-cabang SI yang berhaluan ekstrim mulai melepaskan diri dan
mendirikan cabang-cabang Sarekat Rakyat yang merupakan onderbouw PKI. Sementara
itu dilain pihak yang menekankan pada agama, H. Agus Salim sebagai pimpinan SI
“Putih” memutuskan hubungan dengan PKI. Meskipun prinsip persatuan dipegang
teguh dalam menghadapi pemerintah tetapi pada kenyataannya anatara SI dan PKI
tidak terdapat persesuaian, tetapi karena kondisi sosio politik menguntungkan
PKI bila terus diadakan kerja sama, maka akhirnya Cokroaminoto pada tahun 1923
melaksanakan disiplin partai dengan melarang anggota SI tidak merangkap menjadi
anggota PKI, beraku bagi seluruh cabang-cabang SI.[10]
PKI mendapat kekuatan dari kalangan buruh. Sebagai akibat dari depresi
ekonomi, maka upah buruh diturunkan dan banyak buruh yang diberhentikan. Mulai
tahun 1924 PKI menyebarkan pengaruhnya ke pedesaan Jawa dan luar Jawa, dan
sejak itu partai menyiapkan untuk mengadakan revolusi. Dorongan lebih kuat
mengarah pada penggulingan terhadap pemerintah Belanda yaitu dengan memberontak
yang dianggap lebih baik daripada menerima dominasi kekuasaan kolonial.
PKI hancur dalam proses perebuatan kekuasaan dan pemerintah
melakukan penindasan secara besar-besaran. Pemerintah mendirikan tempat pembuangan
pemberontak dan kader-kadernya di Boven Digul. Selanjutnya agara tidak terjadi
pemberontakan serupa, pemerintah menindak tegas pelaku politik yang kegiatannya
sangat dibatasi hingga tidak mungkin ada pemimpin komunis yang menyebarkan
ideologinya secara sah.[11]
3. Radicale Concertratie
dan gerakannya
Setelah Volksraad dibentuk pada
tahun 1918 maka ada usaha mempersatukan aliran-aliran politk yang ada pada
waktu itu yang dapat disebut golongan kiri. Karena itu atas prakarsa ISDV
didirikan suatu fraksi dalam Volksraad yang
disebut Radicale Concntratie. Organisasi-organisasi
yang ikut didalamnya yaitu ISDV, BU, SI, dan NIP. Sudah tentu tujuan fraksi ini
untuk mengajak anggota-anggotanya menuntut berbagai kepentingan kepada
pemerintah. Tuntutan ini dilakukan dengan cara yang sangat radikal yaitu dengan
pemogokan dan pemberontakan. Periode radikal yaitu dengan pemogokan dan
pemberontakan. Periode radikal yang dikoordinasikan oleh komunis berlangsung
dari 1918-1926.[12]
Gerakan radikal memang mendapat iklim yang baik untuk berkembang karena
didukung oleh situasi. Di satu pihak, pemerintah kolonial banyak melakukan
tekanan tetapi di pihak lain dari kalangan pergerakan timbul tuntutan baru yang
mengajak serta rakyat untuk dimobilisasikan. Pemimpin yang tangguh yang mempraktekkan
teori perjuangannya didukung pula oleh situasi ekonomi yang buruk sehingga
memudahkan rakyat turut serta di dalam gerakannya. Semakin kuatnya tekanan dari
pemerintah semakin tambah pula usaha mencarai jalan keluar dari tekanan itu.
Banyak kursus, latihan, koperasi yang pada dasarnya merupakan suatu bentuk
persiapan menghadapi pemerintah. Namun yang jelas bahwa gerakan yang sifatnya
kekuatan kolektif sudah mulai tampak. Radikalisme yang memuncak dengan
meletusnya pemberontakan 1926 adalah klimaks agitasi yang didalangi oleh partai
komunis yang mempraktekkan perjuangan kelasnya.[13]
Periode radikal seperti disebutkan diatas dipengaruhi oleh perkembangan
politik di luar sperti Revolusi Rusia tahun 1917 dan bahkan kelompok
sosial-demokrat Belanda memberi angin terhadap garakan progresif yang
dikembangkan oleh ISDV. Setelah Perang Dunia I situasi sosial ekonomi buruk
sekali yang menyeret perekonomian rakyat. Banyak perusahaan perkebunan yang
menutup usaha dan ini berarti menambah pengangguran yang sekaligus memperluas
penderitaan rakyat. Semakin banyak rakyat melakukan aksi semakin kuat pula
pemerintah melakukan reaksi. Gubernur Jenderal Fock (1921-1926) dan Graeff
(1926-1931) jelas mewakili pemerintah yang reaksioner terhadap pergerakan
rakyat. Sebaliknya kaum pergerakan semakin tajam pula mencari jalan baru dan
makin meningkat pula kesadaran politiknya. Jalan buntu yang dilakukan komunis
menimbulkan orientasi baru yang bersifat nasionalis.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Organisasi pergerakan sekuler umumnya diartikan sebagai
ideologi atau pandangan yang memisahkan kehidupan bernegara dengan kehidupan
beragama.
2.
SI Afdeling B yang mendapat pengaruh komunis terdapat di
Periangan, Jawa Barat yang mulai melakukan kegiatannya pada bulan April 1918.
Sebagai penyalur aspirasi dan wadah kepercayaan lokal.
3.
Cabang-cabang SI yang berhaluan ekstrim mulai melepaskan diri
dan mendirikan cabang-cabang Sarekat Rakyat yang merupakan onderbouw PKI.
Sementara itu dilain pihak yang menekankan pada agama, H. Agus Salim sebagai
pimpinan SI “Putih” memutuskan hubungan dengan PKI.
4.
Setelah Volksraad dibentuk
pada tahun 1918 maka ada usaha mempersatukan aliran-aliran politk yang ada pada
waktu itu yang dapat disebut golongan kiri. Karena itu atas prakarsa ISDV
didirikan suatu fraksi dalam Volksraad yang
disebut Radicale Concntratie. Organisasi-organisasi
yang ikut didalamnya yaitu ISDV, BU, SI, dan NIP.
Daftar pustaka
Gie, Soe Hoek. 1999. Dibawah Lentera Merah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Suhartono. 1994. Sejarah
Pergerakan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] Suhartono, Sejarah Pergerakan
Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1994), hlm. 52.
[2] Ibid,.
[3] Suhartono, Sejarah Pergerakan
Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1994), hlm. 53.
[4] Ibid,.
[5] Soe Hoek Gie, Dibawah Lentera
Merah, (Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm. 7.
[7] Soe Hoek Gie, Dibawah Lentera
Merah, (Yogyakarta:Yayasan Bentang Budaya, 1999), hlm. 7.
[9] Suhartono, Sejarah Pergerakan
Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1994), hlm. 53-54.
[10] Ibid, hlm. 54.
[11] Ibid, hlm. 55.
[12] Ibid,.
[13] Ibid, hlm. 56.
[14] Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar